JAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah RT 17/RW 04 Kelurahan Kapuk Muara menjadi sorotan setelah ditemukan banyak tumpukan sampah di kolong rumah panggung warga.
Beberapa warga mengakui sampah-sampah tersebut berasal dari mereka sendiri.
Masyarakat terpaksa membuang sampah di kolong rumah panggung karena minimnya tempat pembuangan sementara (TPS) di sana.
Baca juga: Ketua RT: Tumpukan Sampah di Kolong Rumah Panggung Kapuk Muara Menutupi 2 Hektare Lahan
Namun, polemik baru muncul saat Kompas.com mengonfirmasi kepada Lurah Kapuk Muara Yason Simanjuntak.
Dia mengungkapkan, sejumlah warga RT 017/RW 04 Kelurahan Kapuk Muara bertempat tinggal di tanah milik orang lain.
Yason juga memastikan sejumlah warga yang tinggal di rumah-rumah panggung tersebut tidak mempunyai bukti kepemilikan seperti sertifikat dan surat izin mendirikan bangunan (IMB).
"Itu daerah grey area, tanah orang dikuasai warga," kata Yason saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (28/6/2023).
Mengenai hal tersebut, Ketua RT 017/RW 04 Kelurahan Kapuk Muara, Syafrudin (54) akhirnya buka suara.
Dia menjelaskan awal mula warga bisa mendirikan rumah panggung di atas rawa dan duduk perkara permasalahan sampah tersebut.
Syafrudin menceritakan, warga yang tinggal di kawasan itu adalah mereka yang tergusur dari bantaran kali karena ada pelebaran.
Dalam penggusuran tersebut, warga mendapatkan pesan dari Hamzah Haz yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden Indonesia.
"Pak Hamzah Haz sendiri waktu itu datang, berpidato, memberitahu bahwa jangan tinggal di bantaran kali. Tuh, Pak Hamzah Haz sendiri waktu itu (bicara), 'masih mending, tinggal, menempatkan lahan-lahan yang tidur'," ucap Syafrudin saat ditemui Kompas.com pada Selasa (4/7/2023).
Kompas.com mempertanyakan apa yang dimaksud dengan lahan tidur yang dimaksud.
Baca juga: Ketua RT Akui Rumah Panggung di Kapuk Muara Berdiri di Tanah Sengketa
"Lahan tidur itu kayak rawa-rawa. Nah, akhirnya dengan bicaranya Pak Wakil Presiden, Pak Hamzah Haz itu, masyarakat yang digusur, yang di pinggir kali, berbondong-bondong cari lahan. Awal mulanya begitu," kata Syafrudin.
Alhasil, mereka yang tergusur akhirnya menemukan sebuah rawa dan mendirikan rumah panggung di sana.
Kata Syafrudin, warga gotong royong memangkas ilalang yang menjulang tinggi ke atas agar rumah panggung berdiri.
Pria yang sudah menjabat sebagai Ketua RT selama lima periode ini mengungkapkan, sampah yang berserakan di kolong rumah panggung warga sudah ada sebelum permukiman kumuh itu berdiri.
"Rumah itu belum berdiri pun, sampah sudah ada. Karena itu memang empang, semak belukar (dulunya)," ucap dia.
Baca juga: Warga Kapuk Muara Tinggal di Atas Tumpukan Sampah, DPRD DKI: Relokasi ke Rusunawa
Saat rumah-rumah panggung ini dibangun, akses jalan hanya mengandalkan batang bambu yang dirangkai.
Namun, Syafrudin bersama warga sekitar berinisiatif membangun jalan cor. Tujuannya supaya bisa dengan mudah dilalui sepeda motor walau lebarnya tidak seberapa.
Warga sekitar akhirnya urunan dan baru terealisasi pada 2005.
Pengerjaan jalan cor itu secara bertahap hingga akhirnya kini bisa dipergunakan untuk menyambung satu titik ke titik yang lain.
"Kami punya inisiatif dan semangat untuk membangun jalan. Kami musyawarah. Masalah membangun jalan itu dari swadaya masyarakat. Total semuanya pure dari masyarakat," ungkap dia.
Tidak main-main, Syafrudin menyebutkan biaya pembangunan jalan cor ini mencapai angka miliaran rupiah.
Baca juga: Begini Potret Warga Kapuk Muara yang Belasan Tahun Hidup di Atas Sampah Mereka Sendiri
Pria yang akrab disapa Udin itu pesimistis pihak terkait hendak membersihkan sampah secara keseluruhan.
Menurut dia, sampah-sampah tersebut kini sudah setebal kurang lebih satu meter.
"Jadi, walaupun dibersihkan, waduh, itu mau berapa ratus mobil juga enggak bakal bisa. Karena tebalnya sampah itu sudah satu meter. Dari dulu diinjak saja juga enggak jeblos. Cuma hanya membal saja," ujar Syafrudin.
Setidaknya ada 400 rumah panggung yang di kolongnya terdapat tumpukan sampah.
Luasnya diperkirakan 2 hektare.
Sementara, kawasan RT 017/RW 04 Kelurahan Kapuk Muara itu seluas hampir 4 hektare.
Dengan cangkupan wilayah yang terbilang luas untuk ukuran RT ini, Syafrudin tidak menampik memang ada warga yang membuang sampah di kolong rumah panggung.
Permasalahan ini disebabkan lokasi TPS yang cukup jauh dan akses jalan bagi warga sangatlah sempit.
"Tapi, kalau yang di depan, itu enggak ada yang buang ke rawa (kolong rumah panggung), enggak. Yang depan itu buangnya ke bak sampah," ujar Syafrudin.
"Itu yang di tengah-tengah saja (buang sampah di kolong rumah panggung). Karena, yang di tengah-tengah, itu jauh mau ke bak sampah," imbuh dia.
Baca juga: Sampah di Kolong Rumah Panggung Kapuk Muara Sudah Ada Sebelum Warga Bermukim
Syafrudin mengakui rumah-rumah panggung di wilayahnya ini berdiri di atas tanah sengketa.
Dia juga mengakui bahwa tidak sedikit warga mempunyai bukti kepemilikan berupa sertifikat maupun IMB.
"Kalau warga sih memang enggak punya (bukti kepemilikan). Memang warga itu menggarap," imbuh Syafrudin.
Namun, dia mempertanyakan mengapa pihak lain mempermasalahkan setelah wilayah sedikit demi sedikit dibangun walau masih ada permasalahan sampah.
Dia pun meminta agar pihak tersebut melihat bagaimana perjuangan masyarakat yang bergotong-royong demi mengecor jalan.
"Kalau memang ada yang punya, kenapa enggak ditegur dari awal? Bahkan enggak bakal kejadian kayak begini," tegas Syafrudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.