BEKASI, KOMPAS.com - Baru-baru ini, viral sebuah video yang merekam seorang siswa bernama Key (9) mengadu ke Presiden Joko Widodo.
Kepada Kepala Negara, Key mengadukan soal teman-temannya yang tidak bisa melanjutkan sekolah.
Dalam video tersebut, Key mengatakan, ada ribuan mimpi pelajar yang tertimbun sampah. Mereka tak bisa melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya.
"Pak Presiden, kawanku terancam enggak bisa melanjuti sekolah karena untuk bisa tetap sekolah harus punya uang atau kenalan pejabat," kata Key dalam videonya.
Kompas.com berkesempatan menjumpai ayah Key, Agus Hadi Prasetyo (50) di rumahnya kawasan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Rabu (26/7/2023).
Dalam wawancara, Agus membeberkan cerita di balik video anaknya itu serta alasan yang melatarbelakanginya membuat video aduan ke Jokowi.
Bentuk keprihatinan
Agus mengaku prihatin dengan karut-marut sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), khususnya di wilayah Bantargebang, Kota Bekasi.
Agus mengatakan, narasi yang dibaca Key dalam video tersebut dibuat olehnya. Agus menuangkan kegelisahannya sebagai orangtua terhadap sistem PPDB.
"Ya prihatin saja melihat karut-marut penerimaan pendaftaran peserta didik baru, jadi beredarnya informasi-informasi dari tetangga, dari media juga yang kalau mau masukin anaknya (ke sekolah) itu sulit," ujar Agus.
Baca juga: Saat Ratusan Emak-emak Serbu SMAN 3 Bogor, Lakukan Demo atas Dugaan Kecurangan PPDB
Kata Agus, keikutsertaan Key dalam membacakan narasi itu sebagai bentuk kepeduliannya terhadap sesama, termasuk para orangtua.
"Jadi saya coba untuk bikin sebuah narasi yang ditujukan untuk presiden agar ayo kita sama-sama semua pihak membenahi apa yang kurang baik sama pendaftaran siswa baru ini," tutur Agus.
Alasan ngadu ke Jokowi
Mengenai alasannya langsung mengadu ke Jokowi, Agus mengatakan bahwa seluruh masyarakat Indonesia berhak menyampaikan kegelisahan kepada pemimpin negara.
"Kenapa Pak Presiden? Ya karena kita punya hak selaku masyarakat kecil untuk bisa curhat, bisa dialog sama Pak Presiden, sesimpel itu sih saya mikirnya," ujarnya.
Melalui video tersebut, Agus berharap adanya pembenahan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), terkhusus di wilayah Bantargebang.
"Kita mau ada pembenahan dunia pendidikan di negara ini, kalau bisa malah seluruh pendidikan di negara ini gratis," tutur Agus.
Curhat tetangga
Sebagai orangtua sekaligus aktivis pendidikan, Agus mengaku selama ini dirinya fokus menyuarakan permasalahan pendidikan.
Agus mengaku pernah mendapatkan curhatan dari tetangganya yang kesulitan mendaftarkan anak sekolah karena sistem zonasi.
Agus membeberkan, ia pernah mendapat aduan dari orangtua yang diminta membayar Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta.
Baca juga: Marak Pungli PPDB, Pemprov Banten Dianggap Tak Becus Kerja
Orangtua murid tersebut datang langsung ke rumahnya menceritakan dan memberikan bukti diminta bayar agar anaknya bisa sekolah melalui "jalur tikus".
"Yang kita baru dapetin ini ajalah kisaran Rp 2,5 sampai Rp 3 juta mereka harus siapkan uang. Dia dari SD, mau masuk ke SMP," ucapnya.
Harapan sebagai orangtua
Agus meminta pemangku kepentingan, dalam hal ini Dinas Pendidikan, tidak menutup diri karena permasalahan PPDB bukan hanya terjadi di wilayahnya.
"Ada perbaikan dilakukan sama pihak terkait dan jangan menutup diri bahwa ini terjadi bukan cuma di Bantargebang, tapi terjadi di seluruh wilayah di Indonesia," ujarnya.
Belakangan ini, Agus menyebut sudah ada upaya dari pemerintah untuk membenahi. Namun, rencana itu tidak akan terlaksana apabila tidak diselaraskan dengan kualitas SDM Indonesia.
"Upaya dari pemerintah untuk melakukan pendidikan jelas terasa, sekarang tinggal disinkronkan niat baik dari pemerintah ini diselaraskan dengan sumber daya masyarakatnya yang di bawah," ujar Agus.
"Kalau itu bisa berjalan seimbang, saya rasa enggak ada masalah," tambah dia.
Bantahan Disdik Kota Bekasi
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Uu Saeful Mikdar mengatakan, video yang dibuat Agus dan Key tersebut merupakan kepedulian seorang siswa terhadap teman-temannya.
Namun, ia membantah narasi bahwa banyak siswa SD yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke SMP karena masalah biaya.
Uu Saeful mengakui bahwa kuota untuk siswa sekolah negeri di bangku SMP tidak sebanyak kuota siswa SD.
Ia menjelaskan, lulusan Siswa SD se-Kecamatan Bantargebang berjumlah 1.638 anak dengan persentase kelulusan 100 persen dari total 26 SD, terdiri dari 17 SD Negeri dan 9 SD Swasta.
Sementara daya tampung sekolah SMP Negeri berjumlah 1.083 siswa.
Namun, menurut dia, siswa yang tak bisa masuk sekolah negeri tetap bisa bersekolah di SMP swasta dengan bantuan dari Pemerintah.
"Jadi kalau melihat data di atas rasanya kurang tepat apabila ada ribuan siswa tamatan SD di Bantargebang yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP," ucap Uu dalam keterangan yang diterima, Senin (24/7/2023).