JAKARTA, KOMPAS.com - Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah merumuskan kebijakan sebagai penanganan polusi udara di Ibu Kota.
Berdasarkan aplikasi penyedia peta polusi daring IQAir, udara di Jakarta umumnya masuk dalam katagori tidak sehat sejak beberapa waktu terakhir.
Hal itu terlihat dari US Air Quality Index (AQI US) atau indeks kualitas udara dan konsentrasi polutan tertinggi di Ibu Kota.
Rumusan kebijakan Heru dalam menangani polusi udara mulai dari membatasi mobilitas pekerja khususnya aparatur sipil negara hingga penyiraman jalan.
Penyiraman jalan dari atap gedung
Pada Senin (28/8/2023) pagi, Heru bertemu dengan beberapa kepala daerah wilayah kota penyangga Ibu Kota guna membahas penanganan polusi.
Pertemuan kepala daerah dari Bogor, Depok, Tangerang Raya dan Bekasi itu dilakukan di salah satu hotel kawasan Jakarta Pusat.
Heru menyampaikan, kebijakan baru bakal diterapkan setelah pertemuan. Salah satunya, melakukan penyiraman jalan secara massal dari atap gedung di Ibu Kota.
"Gedung-gedung tinggi yang ada di Pemda DKI ini bersama-sama melakukan istilahnya mass water, kira-kira begitu ya," ujar Heru.
Baca juga: Heru Budi Perintahkan Pemilik Gedung di Jakarta Siram Jalan dari Atap
Heru mengatakan, penyiraman massal itu akan dilakukan dari atap gedung swasta, gedung di bawah Pemprov DKI dan pemerintah pusat, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rencana soal penyiraman massal dari atap gedung itu sebelumnya juga telah dibahas dengan beberapa kementerian terkait.
"Tadi saya juga sudah bertemu dalam rangka peresmian LRT, para menteri kita bersama-sama (akan melakukan). Pertama bangunan milik Pemda DKI, para Wali Kota kemarin saya sudah perintahkan bangunan Pemda, begitu juga bangunan BUMN dan BUMD," ucap Heru.
Terkait mekanisme penyiraman nantinya, Heru mengatakan akan disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
"Tinggal nanti pak Asep di sini sampaikan konsepnya itu panduan harus ada sehingga nanti ketika kita kumpulkan pemilik gedung tinggi itu sudah ada," kata Heru.
300 gedung
Terbaru, Heru menyebutkan terdapat 300 gedung yang bakal melakukan penyiraman massal atau water mist dari atap bangunan untuk mengatasi polusi di Ibu Kota.
"Dari data yang saya terima per hari ini adalah 300 sekian gedung," ujar Heru.
Heru akan memanggil para pengelola gedung yang akan melakukan water mist secara bertahap mulai Senin (4/9/2023).
"Nanti kan saya secara bertahap akan panggil 100 (pengelola gedung) per hari di Balai Kota untuk kita jelaskan. jadwal mulai hari Senin, Selasa, Rabu," ucap Heru.
Heru pun menegaskan, penyiraman massal untuk mengatasi polusi ini bersifat wajib bagi tiap pemilik gedung.
"Itu wajib, cukup. Itu mau semua, itu kan (alat water mist) tidak terlalu mahal juga," ujar Heru.
Baca juga: 300 Gedung Bakal Lakukan Penyiraman Massal untuk Atasi Polusi di Jakarta
Heru memastikan, pembiayaan untuk alat water mist ditanggung pemilik gedung perusahaan masing-masing. Untuk harga pompa bertekanan tinggi itu sekitar Rp 50 juta.
"Tidak ada (bantuan dari APBD). Beli masing-masing. Namanya kondisi kekeringan, cuaca panas kan tidak tahun ini saja. Tahun depan ketemu lagi," kata Heru.
"Apalagi BMKG menyampaikan di Maret tahun depan sudah memasuki musim panas. Jadi itu sudah standar yang setiap tahun ketika musim kering atau musim panas, ada polusi, ya itu digunakan," sambung dia.
Dianggap lebih efektif
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menjelaskan, penyiraman air dari atap gedung-gedung tinggi ini disebut sebagai water mist.
Cara ini dilakukan karena dianggap lebih efektif, dibandingkan menyemprot jalan menggunakan mobil pemadam kebakaran atau water canon kepolisian.
"Itu diujicobakan kemarin di gedung Pertamina. Jadi kami melakukan penyemprotan dari atas gedung Pertamina dan di bawahnya langsung diukur dengan alat PM 2,5," ujar Asep, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Warga DKI Jakarta Disebut Terkena Dampak Polusi Udara akibat Lemahnya Fungsi Pengawasan Pemprov
Hasilnya, terjadi penurunan kadar polutan PM 2,5 di sekitar gedung Pertamina setelah penyiraman air, berdasarkan hasil ukur KLHK.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana meminta pemilik atau pengelola gedung untuk memasang fasilitas water mist.
Menurut Asep, harga satu set perangkat water mist sekitar Rp 50 juta.
Harga itu mengacu pada biaya perakitan hingga pemasangan alat yang dibuat oleh Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Meski begitu usulan ini masih akan dibahas bersama-sama dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), KLHK, BRIN.
"Diharapkan memang partisipasi dari seluruh pemilik gedung, nantinya bisa dilakukan terhadap penyediaan water mist dan harganya juga enggak mahal," kata Asep.
Durasi penyiraman
Peneliti BRIN, Edvin Aldrian mengatakan, penyemprotan air dari permukaan lebih tinggi dapat membuat debu-debu yang beterbangan terbawa turun ke tanah.
Hal ini menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan, ketika teknologi modifikasi cuaca (TMC) sulit dilakukan karena minimnya awan hujan.
"Jadi air yang kita pakai itu akan menjatuhkan debu. Itu makanya saya mengusulkan semacam water curtain atau tirai air," ucapnya.
Di samping itu, penyiraman air dari atas juga lebih efektif dibandingkan dengan penyemprotan air ke jalan raya menggunakan mobil.
Sebab, air yang turun dan membasahi jalan hanya terjadi sesaat serta tidak merata. Berbeda dengan intensitas hujan alami atau buatan hasil penerapan TMC.
"Takutnya yang kecil tadi, ini karena disemprot pada situasi tertentu dengan waktu tertentu, air yang di tempat itu akan naik lagi. Air itu bisa naik lagi karena menguap," kata Edvin.
Kondisi ini justru dikhawatirkan membuat partikel-partikel polutan ikut terangkat, bersama dengan uap dari air yang sebelumnya disemprotkan ke jalan raya.
Baca juga: Polusi Udara di Jakarta Semakin Parah, Heru Budi Dituntut Minta Maaf secara Terbuka
Menurut Edvin, sudah ada riset yang menyimpulkan bahwa penyiraman jalan justru berpotensi memperparah polusi.
"Saya mengkhawatirkan karena ada catatan yang dari China atau Jepang gitu. Dia kan menyimpulkan begitu karena kalau sekali siram saja enggak efektif," kata Edvin
Meski begitu, Edvin memandang bahwa penyemprotan air tetap bisa lebih efektif mengurangi polusi. Tetapi harus dilakukan secara massif dengan durasi yang panjang layaknya hujan.
Sementara itu, Asep mengungkapkan bahwa penyiraman air dari atas gedung-gedung di Jakarta menurut rencana bakal dilakukan dua kali sehari.
Namun, hal ini masih akan dikaji lebih lanjut bersama-sama para ahli agar bisa berjalan maksimal.
"Mungkin sehari dua kali. Misalnya pukul 10.00 WIB dan 11.00 WIB, kemudian juga pukul 14.00 WIB dan 15.00 WIB. Itu nanti sedang kita coba untuk simulasikan," pungkas Asep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.