JAKARTA, KOMPAS.com - Andi (40), salah satu pedagang di Pasar Tanah Abang, tak setuju dengan larangan berjualan live di media sosial.
Menurut pria yang sudah berdagang di Pasar Tanah Abang selama lebih kurang 20 tahun itu, regulasi soal pengiriman barang imporlah yang perlu diatur.
"Produknya yang murah-murah gampang masuk. Harusnya kan lokal (yang jadi prioritas)," kata Andi saat ditemui Kompas.com di kiosnya di Blok B, lantai 3 Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: Sayangkan Larangan Jualan di Social Commerce, Konsumen: Padahal Harganya Lebih Murah
Andi tak menampik bahwa persaingan live media sosial berpengaruh dengan sepinya di Pasar Tanah Abang.
Namun, kondisi tidak akan berubah jika regulasi impor barang murah tidak diatur dengan baik.
"Kalau impor barang murah, ya sama juga bohong kalau TikTok itu dihentikan. Soalnya zaman sebelum ramai TikTok, sudah ada Lazada, Shopee, cuma enggak ada masalah, karena harga jual barangnya memang dijual normal," ucap Andi.
"(Pemberhentian live) menurut saya kurang efektif. Harusnya diatur impor barang. Karena mereka masuk tanpa regulasi yang jelas, di situ yang mengganggu kami," ucap dia.
Baca juga: Pemerintah Larang Ada Transaksi Jual-Beli di TikTok Shop, Ini Alasannya
Pedagang laing yakni Hamzah Arifin, juga mengatakan hal yang serupa dengan Andi.
Menurut Hamzah, pemerintah tidak perlu melarang penjualan melalui live streaming. Ia menilai, apa yang justru lebih diperhatikan adalah mengajak orang untuk kembali datang ke pasar.
Larangan penjualan melalui live streaming juga hanya akan menimbulkan masalah baru bagi mereka yang sudah mulai beradaptasi.
"Memang enggak sedikit yang akhirnya mulai terjun, tapi kalau dilarang lagi, malah jadinya ada masalah baru lagi," jelas Hamzah.
"Live mah enggak masalah, sejauh ini juga sama-sama cari rezeki. Kalau ditanya apa yang kami pengin, maunya ya orang pada belanja lagi ke Pasar Tanah Abang, itu saja," kata dia lagi.
Baca juga: Wamen Perdagangan Sebut TikTok Shop Lakukan Predatory Pricing
Sebelumnya diberitakan, pemerintah tidak segan-segan menutup social commerce jika diketahui melakukan transaksi jual beli di platformnya.
Hal itu seturut dengan adanya revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam revisi itu pemerintah melarang platform social commerce untuk bertransaksi jual beli dalam platformnya. Social commerce hanya diperbolehkan melakukan promosi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.