Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Shendy Adam
ASN Pemprov DKI Jakarta

ASN Pemprov DKI Jakarta

Kasak-kusuk PNS, Kemarahan Heru Budi, dan Meritokrasi

Kompas.com - 09/10/2023, 16:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEKAN kemarin, Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono melantik pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Karena jumlahnya banyak, pelantikan dilakukan sampai tiga gelombang dalam tiga hari. Masih pada pekan lalu, Heru juga mengumpulkan jajarannya untuk memberikan pesan khusus.

Ada beberapa kejadian menarik dalam rangkaian peristiwa tersebut. Sejumlah media, termasuk Kompas turut memberitakannya.

Pertama, soal kedisiplinan. Pemicunya adalah sejumlah pejabat yang dilantik tidak mengenakan kemeja putih sebagaimana disebutkan dalam undangan.

Kedua, soal manuver Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencari jabatan. Bahkan, kata Heru, pergerakan bukan hanya dilakukan oleh si pegawai, melainkan melibatkan pasangannya juga.

Pj Gubernur mencontohkan satu kasus saat seorang suami yang juga pejabat ASN meminta istrinya diberi jabatan di Pemprov DKI.

“Suami ikut WA-WA (WhatsApp) saya, urusannya apa?” tanya Heru.

Ketiga, Heru mengancam akan mencopot atasan manakala bawahannya yang dipromosikan ternyata tidak berkinerja baik. Sehingga setiap pejabat harus tahu betul siapa anak buahnya yang layak mendapatkan rekomendasi promosi jabatan.

Urusan jabatan di lingkungan birokrasi memang selalu seru. Birokrasi zaman dulu identik dengan kemapanan, ajeg, teratur. Penentuan promosi menggunakan urut kacang (dari yang lebih tua).

Secara normatif, ada yang namanya Daftar Urut Kepangkatan (DUK) yang menjadi acuan siapa yang lebih berhak mendapatkan jabatan. Dalam kenyataannya, kadang DUK berubah menjadi Daftar Urut Kedekatan.

Kalau dulu, urusan seperti ini hanya akan menjadi pergunjingan di kantin, dapur, atau ruang panel tempat berkumpulnya ‘ahli hisap’. Tidak seperti sekarang, semua dibicarakan terang-terangan.

Maklum, birokrasi di Indonesia memang sedang bertransformasi, seiring perubahan demografi di dalamnya. Generasi Y alias millennial (kelahiran 1981-1996) dan generasi Z (1997-2012) berada di satu percaturan yang sama dengan generasi X (1965-1980), bahkan baby boomers (1946-1964).

Kalau sekadar "ngrasani si anu kok bisa jadi anu", saya rasa sih tidak masalah. Begitu juga kalau birokrat Gen Y ataupun Gen Z yang ngarep dapat jabatan. Itu masih sah-sah saja.

Baru menjadi masalah kalau Anda kemudian bergerak ke sana kemari untuk dapat posisi tertentu.

PNS muda, khususnya Gen Y dan Gen Z, seharusnya memacu diri untuk bekerja profesional. Bukan justru memelihara budaya negatif yang telanjur ada.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Pemuda di Jakut Curi Spion Mobil Fortuner dan Land Cruiser, Nekat Masuk Halaman Rumah Warga

3 Pemuda di Jakut Curi Spion Mobil Fortuner dan Land Cruiser, Nekat Masuk Halaman Rumah Warga

Megapolitan
Seorang Wanita Kecopetan di Bus Transjakarta Arah Palmerah, Ponsel Senilai Rp 19 Juta Raib

Seorang Wanita Kecopetan di Bus Transjakarta Arah Palmerah, Ponsel Senilai Rp 19 Juta Raib

Megapolitan
3 Pemuda Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakut, Hasilnya untuk Kebutuhan Harian dan Narkoba

3 Pemuda Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakut, Hasilnya untuk Kebutuhan Harian dan Narkoba

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Tiga Pencuri Spion Mobil di Jakarta Utara Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Tiga Pencuri Spion Mobil di Jakarta Utara Ditembak Polisi

Megapolitan
Terungkapnya Bisnis Video Porno Anak di Telegram: Pelaku Jual Ribuan Konten dan Untung Ratusan Juta Rupiah

Terungkapnya Bisnis Video Porno Anak di Telegram: Pelaku Jual Ribuan Konten dan Untung Ratusan Juta Rupiah

Megapolitan
Rugi Hampir Rp 3 Miliar karena Dugaan Penipuan, Pria di Jaktim Kehilangan Rumah dan Kendaraan

Rugi Hampir Rp 3 Miliar karena Dugaan Penipuan, Pria di Jaktim Kehilangan Rumah dan Kendaraan

Megapolitan
Geramnya Ketua RW di Cilincing, Usir Paksa 'Debt Collector' yang Berkali-kali 'Mangkal' di Wilayahnya

Geramnya Ketua RW di Cilincing, Usir Paksa "Debt Collector" yang Berkali-kali "Mangkal" di Wilayahnya

Megapolitan
Mulai 1 Juni 2024, Ada Ketentuan Baru Pembatalan Tiket Kereta Api

Mulai 1 Juni 2024, Ada Ketentuan Baru Pembatalan Tiket Kereta Api

Megapolitan
Pilkada Jakarta 2024: Menguji Eksistensi Masyarakat Jaringan

Pilkada Jakarta 2024: Menguji Eksistensi Masyarakat Jaringan

Megapolitan
Jalur, Kuota, dan Syarat PPDB SMA, SMK, dan SLB Kota Bogor 2024

Jalur, Kuota, dan Syarat PPDB SMA, SMK, dan SLB Kota Bogor 2024

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 1 Juni 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 1 Juni 2024

Megapolitan
Nama Kaesang dan Anies di Bursa Pilkada Jakarta, Prediksi Pertarungan Sengit bak Pilpres 2024

Nama Kaesang dan Anies di Bursa Pilkada Jakarta, Prediksi Pertarungan Sengit bak Pilpres 2024

Megapolitan
6 Orang Ditangkap Terkait Kasus Pelat Palsu DPR, Polisi Ungkap Peran Masing-masing

6 Orang Ditangkap Terkait Kasus Pelat Palsu DPR, Polisi Ungkap Peran Masing-masing

Megapolitan
Unjuk Rasa Solidaritas Palestina di Kedubes AS, Massa Serukan Pembebasan Perempuan

Unjuk Rasa Solidaritas Palestina di Kedubes AS, Massa Serukan Pembebasan Perempuan

Megapolitan
8 Mobil Mewah Disita Polisi Terkait Kasus Pelat Palsu DPR, Ada Tesla, Lexus, dan Mercy

8 Mobil Mewah Disita Polisi Terkait Kasus Pelat Palsu DPR, Ada Tesla, Lexus, dan Mercy

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com