JAKARTA, KOMPAS.com - Gerak-gerik Sutikno Hadiwono (73) menarik perhatian saya, reporter Kompas.com Xena Olivia, di ekshibisi kamera Doss Vaganza di Mal Grand Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Meski sudah berusia lanjut, ia tetap lincah beraksi dengan kamera Nikon seri Z7 dengan tali yang dikalungkan di leher.
Wajahnya serius menatap model di booth foto bertema perajin batik tulis.
Baca juga: Cerita Hasanudin Bawa Kehangatan lewat Sepiring Lontong Sayur
Saya mendekati dia, meminta izin untuk wawancara. Awalnya, Sutikno menolak.
“Ah, saya belum cukup hebat untuk bisa diwawancara,” dia berkilah, tapi bibirnya mengulas senyum.
Namun, saya membujuk dia perlahan. Saya bilang, saya ingin belajar dari pengalaman dia. Terlebih, dia bilang sudah memotret sejak kamera masih berjenis analog.
Akhirnya, dia bersedia diwawancara dan memulai ceritanya di tahun 1978.
Pria kelahiran Tegal, 11 April 1950, itu memulai petualangannya bersama kamera pada 1978. Kala itu, Sutikno muda memutuskan bergabung bersama Semarang Photo Club.
Mulanya, Sutikno tak percaya diri dengan kemampuannya. Bahkan, ketika ditawari ikut kompetisi foto, ia merasa ragu.
“Pernah ada event lomba Fujifilm HR 400, saya ikut foto di situ. Setelah jadi, saya tunjukkan ke senior (dan bilang) rasanya enggak layak untuk ikutin foto ini (dalam kompetisi),” cerita dia.
“Teman saya bilang, ‘Kalau kamu enggak mau (ikut), negatifnya saya minta, saya ikut lomba di sana atas nama saya’. Saya bilang, ‘Jangan dong’. Akhirnya saya iseng, saya coba besarin, ikutkan lomba,” sambung Sutikno.
Baca juga: Disepakati Keluarga, Tunawisma yang Kursi Rodanya Dicuri di Bekasi Dirawat Pemerintah
Rasa isengnya berbuah manis. Sutikno berhasil meraih juara dua kompetisi foto di tingkat Jawa Tengah-Yogyakarta.
Hal itu menjadi pemicu dia untuk belajar lebih lagi, bahkan ketika kamera mulai bertransformasi menjadi digital.
Meski kini umurnya tak lagi muda, kemajuan teknologi bukanlah suatu hambatan baginya. Bagi Sutikno, perkembangan ini justru membantu dia mengembangkan ide jepretannya.
“Kami lebih dipermudah. Lebih dapat mengembangkan ide karena peralatannya semakin canggih,” celetuk dia.
Di balik kesenangan dan kepuasannya memandang dunia lewat lensa, ada satu masa kelam yang membekas bagi Sutikno sebagai seorang fotografer.
Dia lupa kapan tepatnya, tapi saat itu Sutikno tengah terjun ke bisnis fotografi dan menawarkan jasanya di pesta-pesta pernikahan/ulang tahun.
Sekali waktu, dia mendapat pekerjaan untuk memotret sepasang pengantin yang baru menikah di depan gereja.
“Saya atur, (mereka) duduk dekat mobil pengantin. Tanpa saya duga, tiba-tiba pengantin menendang batu kerikil (ke arah saya). Dia bilang sama mamanya, ‘Motret apa, Ma, orang kayak gitu’. Saya sakit hati, saya atur supaya bayangannya bagus,” ucap Sutikno.
Baca juga: Amputasi Kaki Siswa SD di Bekasi Bukan karena Selengkat, tapi Kanker Tulang
Setelah itu, kliennya datang dan meminta maaf. Saat itu sempat terbesit keinginannya untuk langsung membatalkan jasanya.
Namun, pihak keluarga klien memohon agar pemotretan tetap dilanjutkan.
“Mamanya bilang, tolong selesaikan. Meski sakit, saya lanjutkan sampai selesai. Setelah itu saya cetak dan kasih ke rumahnya, kebetulan pengantinnya yang terima. Dia bilang, ‘Bagus ya, Om. Tolong bisa dikirim satu album lagi’. Saya bilang enggak bisa, sakit saya,” tutur dia.
“Itu paling menyakitkan buat saya, sampai kapan pun saya enggak akan lupa,” ucap Sutikno.
Akibat kejadian itu, Sutikno memutuskan untuk berhenti menyelami bisnis fotografi.
Bahkan, dia memberikan segala peralatannya kepada seorang kawan, mulai dari layar, lampu flash, dan lainnya.
“Saya kasihkan teman saya yang punya foto studio. Silakan ambil cuma-cuma. Kecuali kamera, saya suka. Lensa, saya suka,” kata dia.
Sejak itu, Sutikno memotret untuk sekadar hobi. Hasil jepretannya juga disimpan untuk diri sendiri sebagai koleksi pribadi.
“Enggak jual, koleksi pribadi aja. Kepuasan pribadi. Saya masih kurang percaya diri gara-gara (insiden) itu,” tutur dia.
Sembari bercerita, Sutikno menunjukkan sejumlah jepretannya kepada saya. Kebanyakan objek yang difotonya adalah sang cucu dan bunga berbagai warna.
“Bagus ini, Pak,” celetuk saya, melihat karya Sutikno di ponselnya.
“Tapi gini masih digituin (dicemooh). Sakit kan. Saya bisa begini bukan hal yang mudah, prosesnya panjang. Tanya sini, tanya sana, berguru sini dan berguru sana,” balas dia.
Kepada anak muda yang baru akan terjun ke dunia fotografi, Sutikno berpesan agar terus semangat dan jangan pernah menyerah bereksplorasi.
“Kalau mau bisa cepat maju, ikut komunitas-komunitas foto. Kalau mau sendiri ya (bisa) maju, tapi lebih lama. Join komunitas biar dapat masukkan dari seniornya yang menyebabkan kamu juga bisa bagus,” pungkas Sutikno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.