Setelah melakoni beberapa sidang, Majelis Hakim kemudian memutuskan supaya PT FICC membayarkan hak 38 mantan karyawannya.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan PHI Jakarta No. 206/Pdt. Sus PHI/2018/PN JKT PST tanggal 18 Oktober 2018.
"Sudah ada putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bahwa perusahaan dihukum untuk membayar pesangon kepada 38 orang karyawan tersebut. Tapi hingga saat ini, sudah 5 tahun, perusahaan belum juga membayarkan apa yang jadi kewajibannya bagi para karyawan. Totalnya perusahaan dihukum untuk membayar Rp 3,5 miliar," ujar Manganju.
Sementara itu, Wartono selaku pihak yang dirugikan menyebut peristiwa ini bermula saat kasus kopi sianida menimpa mendiang Mirna Salihin pada 2017.
Sejak saat itu, sistem penggajian perusahaan terhadap karyawan menjadi tidak normal.
"Saya bekerja sudah 21 tahun, kerja sebagai kurir bagian lapangan. Awalnya perusahaan lumayan lancar. Tapi, setelah kasus kopi sianida yang menimpa mendiang Mirna, penggajian mulai tersendat. harusnya tanggal 1 penggajian bisa mundur. Mundurnya bisa sampai tanggal 15, bisa sampai tanggal 30 bahkan," kata dia.
Wartono bukan tanpa perlawanan ketika haknya tak dibayarkan sesuai waktunya.
Ia mengaku sempat menegur ayah mendiang Mirna perihal masalah ini, tetapi Edi menegaskan bahwa keterlambatan penggajian tak akan berlangsung lama.
"Saya juga sempat negor Pak Edi. 'Pak, ini kalau cara penggajian begini, karyawan nggak bisa makan, ada yang nyicil motor, ada yang rumah juga'. Pak Edi sendiri sempat bilang, 'Entar, 3 bulan kemudian akan lancar kembali'," ujar Wartono.
"Tiga bulan lewat tetap juga begitu, sampai hampir setahun kurang lebih delapan bulan penggajian enggak normal. Sampai puncaknya PHK besar-besaran 2018, Februari 21 kantor sudah tutup, enggak ada kegiatan," sambung dia.
Kini, Wartoni hanya bisa berharap adanya kejelasan perihal uang pesangon yang seharusnya ia dapat.
Ia bahkan rela haknya tak dibayar penuh asal ada Jalan keluar dari mendiang ayah Mirna.
"Harapan sih ada, mudah-mudahan Pak Edi mendengar keluhan karyawan ini, selama ini kami menuntut. Bukalah hati nurani, ayo duduk bareng atau negosiasi, enggak harus Rp 3,5 M atau gimana. Ada berapanya, yang penting ada negosiasi, ada pertemuan," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.