JAKARTA, KOMPAS.com - Kesimpulan Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Timur sudah bulat soal penyebab kematian anak perwira menengah TNI AU di Pos Spion Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (24/9/2023).
Kapolres Metro Jakarta Timur Komber (Pol) Leonardus Simarmata memastikan, tak ada unsur tindak pidana atas kematian CHR (16).
Menurut Leonardus, kesimpulan itu sudah mengacu pada scientific crime investigation dan bekerja sama dengan antarprofesi atau yang populer disebut interkolaborasi.
Baca juga: Anak Pamen TNI AU yang Tewas Bunuh Diri di Lanud Halim Hadapi Banyak Sumber Stres Semasa Hidup
"Dari temuan Apsifor, terdapat hambatan atau masalah dalam komunikasi dan interaksi sosial di dalam berbagai konteks. Ditemukan pula sumber stress dan korban sulit menyalurkan emosi negatif," ujar Leonardus, Kamis (23/11/2023).
Beberapa hasil penyelidikan mengarahkan dan meyakinkan kepolisian atas kesimpulan tak ada unsur pidana tersebut.
Salah satu fakta yang memperkuat kesimpulan tak unsur pidana atas kematian CHR adalah tidak adanya orang lain selain korban di tempat kejadian perkara.
"Kami temukan bahwa tidak ada orang lain selain korban di TKP," ujar Kasubbid Biologi Serologi Forensik Puslabfor AKBP I Made Wiranatha dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Timur, Kamis (23/11/2023).
Dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) dua hari usai penemuan jasad CHR, tim hanya menemukan sampel DNA yang berasal dari darah korban.
Baca juga: Anak Pamen TNI AU yang Tewas Bunuh Diri di Halim Ingin Mengakhiri Hidupnya Sejak SMP
"Nah, seperti di pintu itu kan kami usap, tetapi tidak ada DNA siapa pun. Karena pos itu sudah lama tidak digunakan," ujar Wiranatha.
Tim Puslabfor juga menemukan sejumlah barang bukti, yakni sandal jepit, baju dan celana bekas terbakar, map bekas terbakar, tutup botol, korek gas, dan pisau tanpa gagang.
"Setelah kami periksa dari fisika forensik, penyebab terbakarnya ternyata terdeteksi adanya senyawa bahan bakar minyak jenis bensin," lanjut Wiranatha.
Nael dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) menemukan fakta bahwa CHR sudah ingin mengakhiri hidupnya sejak di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
Baca juga: Lihat Pesan Kematian CHR di Roblox, Teman-temannya Tak Sempat Bertanya
"Ada data yang konsisten tentang pikiran untuk mengakhiri hidup sejak SMP, serta ketertarikan ke hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan dan sadisme," ungkap Nael.
Setidaknya, sudah ada 24 saksi yang diperiksa untuk mengetahui kebiasaan CHR seamasa hidupnya. Apsifor juga telah menganalisis tulisan CHR, serta video dan gambar terkait.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara insentif, ditemukan bahwa CHR ingin mengakhiri hidupnya sejak SMP karena sumber stres atau stresor yang menumpuk.
Temuan lainnya, CHR mengalami hambatan atau masalah dalam komunikasi dan interaksi sosial dalam berbagai konteks, baik verbal maupun nonverbal.
"Lalu, ada pola perilaku, ketertarikan, dan aktivitas yang berulang," ungkap Nael.
Hal itu membuat CHR memiliki pola pikir, persepsi, penghayatan, dan cara menyelesaikan masalah yang berbeda dari remaja seusianya, terutama saat menghadapi tekanan dan stresor.
Semasa hidupnya, korban juga menghadapi berbagai stresor. Salah satunya adalah tuntutan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Kemudian tekanan untuk memahami berbagai pelajaran, tuntutan akademik, serta keterpaparan dengan konflik yang dihadapi di lingkungan kehidupannya.
"Dan kesulitan untuk menyalurkan emosi negatif, terutama frustrasi dan kemarahan secara adaptif," Nael berujar.
Pada akhirnya, CHR memutuskan untuk bunuh diri dengan menusuk dirinya sebanyak enam kali lalu membakar tubuhnya.
Baca juga: Dokter Forensik: 3 Tusukan di Tubuh Anak Pamen TNI AU Sebabkan Luka Fatal
Berdasarkan pemeriksaan tim kedokteran forensik, ditemukan bahwa CHR memiliki enam luka terbuka atau luka tusuk pada dada.
Dari enam luka tusuk, tiga di antaranya memotong iga, hati, dan lambung korban. Kemudian, ada darah dalam rongga dada dan organ dalam yang tampak pucat.
"Ditemukan adanya luka bakar seluas 91 persen akibat paparan api. Ditemukan pula kandungan karbon monoksida dalam darah, dan ada jelaga di batang tenggorokan," ucap Dokter spesialis forensik RS Polri Kramatjati, Arfiani Ika Kesumawati.
Jelaga di batang tenggorokan menunjukkan bahwa CHR masih hidup saat terpapar api.
"Dari hasil pemeriksaan, kami dapat menyimpulkan, terpotongnya hati yang menyebabkan pendarahan hebat dan kondisi luka bakar, secara tersendiri atau bersamaan, menyebabkan kematian," kata Arfiani.
Berita di atas tidak bertujuan menginspirasi siapapun melakukan tindakan serupa.
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/
(Tim Redaksi : Nabilla Ramadhian, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina, Nursita Sari, Irfan Maullana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.