JAKARTA, KOMPAS.com - Melambungnya harga sejumlah komoditas pangan banyak dikeluhkan masyarakat, tak terkecuali penjaja makanan warung Tegal.
Mereka kini kebingungan memasang harga satu porsi makanan di tengah kenaikan harga beras yang masih terus merangkak naik.
Pengusaha warteg di Palmerah, Yanti (44) mengaku tidak bisa sembarangan menaikkan harga makanan di warungnya karena khawatir pelanggannya kabur.
Baca juga: Pedagang Warteg: Harga Beras 50 Kilogram Saat Ini Tembus Rp 850.000
"Saya memilih untuk enggak kehilangan pembeli lah. Rata-rata yang makan juga sudah langganan," ucap Yanti, Rabu (21/2/2024).
Padahal, kata dia, kenaikan harga beras tidak sebanding dengan harga jual makanannya. Biasanya, ia membeli beras Rp 10.000 per liter. Kini sudah Rp 13.000 per liter.
Selain beras, Yanti juga mengeluhkan harga telur yang sudah menyentuh Rp 30.000 per kilogram (kg). Padahal, beberapa hari sebelumnya sudah Rp 27.000 per kg.
Kenaikan harga pangan yang masih berlanjut ini membuat Yanti mau tak mau harus legawa keuntungan usaha yang ia terima semakin menipis.
"Ya harga jual saya ke pembeli begitu aja sama. Akhirnya saya yang rugi," kata Yanti.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pedagang Warteg: Bikin Pusing karena Mahal Banget
Tak hanya Yanti, pengusaha warteg di Kota Bekasi, Ratna (50), mengaku terdampak kenaikan harga beras akhir-akhir ini.
Kata dia, keuntungannya kian tipis. Ratna mengatakan, ia sudah berusaha keras menyiasati mahalnya harga beras untuk kegiatan menopang usahanya.
"Aduh menjerit banget. Naiknya banget-banget, ini saya lagi jor-joran (berusaha keras) jualan, warteg keuntungannya menipis," kata Ratna usai membeli beras di Jalan Rajawali, Rabu.
Dalam kondisi ini Ratna tetap mematok harga yang sama untuk pembeli yang datang ke wartegnya. Hal ini terpaksa dia lakukan meski pendapatannya menurun.
"Ya harga masih tetap. Cuma ya gimana, pendapatnya berkurang, menurun, tapi jualan harus tetap jalan," ujar Ratna.
Baca juga: Harga Beras Naik, Warteg di Cawang Tak Layani Pelanggan yang Hanya Beli Nasi Putih
Ratna menuturkan, pelanggan akan kabur seandainya dia menaikkan harga seporsi nasi. Mau tidak mau Ratna harus merelakan pendapatannya berkurang.
"Mau bagaimana, ya? Kalau pulang ke kampung, nganggur ya, mau usaha apa di sana. Ya sudah dijalani saja telaten buat keluarga," imbuh Ratna.
Harga beras yang kian melonjak membuat sebuah warteg di Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur, tak bisa melayani pelanggan yang hanya ingin membeli nasi putih saja.
"Sekarang saya enggak bisa jual nasi putih lagi. Kalau beli nasi putih saja enggak bisa, enggak masuk keuntungan," ujar Dewi (28), pegawai warteg di Cawang, Senin (19/2/2024).
Jika pelanggan tetap memaksa, mereka harus membayar Rp 6.000 seporsi. Harga sebelumnya adalah Rp 5.000.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pedagang Warteg: Bikin Pusing karena Mahal Banget
Sementara harga bagi yang makan di tempat dan turut membeli lauk, harga sepiring nasi tetap terhitung Rp 5.000. Namun, ada pengurangan porsi.
"Nyiasatinnya enggak jual nasi saja, dan porsi nasinya (untuk yang makan di tempat) dikurangin. Kalau harga naik, pelanggan pada pergi," jelas Dewi.
Berbeda dengan Dewi, Puci (27), pegawai warteg di daerah Condet, Jakarta Timur lebih memilih untuk mengurangi porsi nasi putih yang dijual, demi menyiasati kenaikkan harga beras.
Menurut dia, pengurangan dilakukan untuk menyesuaikan porsi dengan harga beras saat ini.
"Kalau harga nasi dinaikin, misal seporsi Rp 5.000 dan dinaikkan Rp 1.000, pelanggan pada komplain. Susah juga, jadi mending dikurangin porsinya," tutur dia di tempat kerjanya, Senin.
Biasanya, sepiring nasi seharga Rp 5.000 mencakup 2,5 centong nasi. Kini, pelanggan hanya mendapat dua centong nasi saja.
(Tim Redaksi : Firda Janati, Rizky Syahrial, Nabilla Ramadhian, Akhdi Martin Pratama, Jessi Carina, Irfan Maullana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.