JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan study tour selalu diadakan setiap tahun oleh beberapa sekolah dengan tujuan memberikan pengalaman dan wawasan baru bagi muridnya.
Namun, nyatanya ada saja orangtua murid yang setuju apabila study tour dihapus dari agenda kegiatan tahunan sekolah.
Yanti (42) salah satunya, orangtua murid yang anaknya duduk di bangku kelas I salah satu SMP di Jakarta Barat.
Menurut dia, uang untuk biaya study tour terasa memberatkan. Uang itu, kata Yanti, lebih baik digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Baca juga: Saat MAN 1 Bekasi Tertipu EO Study Tour, Panitia: Awalnya Manis, Ternyata Beracun...
"Kan memberatkan bagi yang tidak mampu. Fokus untuk kebutuhan sehari-hari," ucap Yanti saat ditemui di Jakarta Barat, Selasa (14/5/2024).
Untuk masalah ilmu dan wawasan, Yanti setuju dengan tujuan study tour yang dinilai dapat menambah pengalaman anaknya.
"Tapi biayanya enggak harus sampai jutaan. Kalau Rp 100.000, Rp 200.000 ya oke, cuma saya harus kalkulasi dulu," tutur dia.
Baca juga: Soal Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Pengamat Pendidikan : Kegiatan Study Tour Harus Dihapus
Namun, berbeda dengan Tuti (48), orangtua murid yang anaknya duduk di kelas III SMP.
Tuti berpikir bahwa anaknya harus mendapatkan pengalaman dari luar sekolah, baik melalui kegiatan perpisahan maupun study tour.
"Itu (study tour) dibutuhkan untuk refreshing anak-anak menurut saya," kata Tuti.
"Anak saya kan setiap hari di sekolah belajar ya, pasti butuh suasana baru," tambah dia.
Berkait dengan insiden kecelakaan bus rombongan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Lingga Kencana, Tuti dan Yanti mempunyai pandangan yang sama.
Baca juga: KNKT Investigasi Penyebab Rem Blong Bus Rombongan SMK Lingga Kencana
Kata Tuti, seharusnya sekolah lebih memperhatikan keselamatan murid dalam kegiatan ini.
Apalagi, kata dia, bus ini untuk kegiatan studi di luar kota. Semua hal harus dipertimbangkan.
"Pihak sekolah harusnya cek dulu PO bus nya. Karena kan bawa rombongan. Itu harusnya jadi atensi," terang dia.
Namun, kejadian ini tak membuat Tuti takut untuk mengizinkan anaknya pergi study tour.
Ia malah ingin mengingatkan sekolah anaknya untuk lebih teliti mencari perusahaan otobus.
"Enggak apa-apa lebih mahal biayanya, asalkan keselamatan anak saya dan teman-temannya diutamakan," terang Tuti.
Bagi Yanti, kejadian ini merupakan pelajaran bagi semua pihak, tidak hanya untuk sekolah.
Baca juga: Terungkap, Kecelakaan Bus Siswa SMK Lingga Kencana karena Oli dan Rem Angin Bocor
"Untuk siapa pun harus wajib untuk cek bus untuk perjalanan jauh," papar Yanti.
Diwawancarai terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyarankan agar Dinas Pendidikan (Disdik) dan sekolah, termasuk yang di luar wilayah Depok, untuk menghapus kegiatan study tour.
Saran ini tak lepas dari insiden kecelakaan bus rombongan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Lingga Kencana yang menewaskan 11 orang di daerah Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
"Study tour sebaiknya dihapus saja. Banyak desakan dari masyarakat untuk menghapus karena (juga) membebani orangtua," ujar Ubaid.
Soal aturan mengenai larangan kegiatan di luar sekolah, Disdik diminta tegas.
Artinya, Disdik tidak hanya memberikan imbauan ke sekolah mengenai larangan kegiatan study tour.
"Larangan ini harus tegas. Jangan hanya imbauan dan tidak diwajibkan, ini pasti akan tetap diselewengkan. Jadi perlu larangan tegas," ucap Ubaid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.