Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Bakal Gugat Aturan Tapera, Dejavu UU Cipta Kerja?

Kompas.com - 07/06/2024, 08:28 WIB
Shela Octavia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang penolakan buruh terhadap wacana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan memasuki babak baru. Partai Buruh berencana menggulirkan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pihaknya masih menunggu itikad baik pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 sebelum melayangkan gugatan.

Dalam aksi unjuk rasa pada Kamis, (6/6/2024), Said Iqbal menyampaikan, akan ada aksi unjuk rasa lanjutan yang lebih masif jika pemerintah tak segera mencabut aturan ini.

Baca juga: Buruh Tolak Tapera, Said Iqbal: DPR Jangan Cuci Tangan

“Bilamana ini tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yang lebih meluas di seluruh Indonesia dan melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas,” ujar Said Iqbal di depan Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis.

Selain akan ada gelombak unjuk rasa, kaum buruh juga akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung pekan depan.

“Mungkin minggu depan judicial review terhadap PP nomor 21 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung,” kata Said Iqbal.

Judical review ini menjadi gugatan kedua yang dilayangkan ke MA, setelah sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) juga akan melakukan hal yang sama.

Dejavu Penolakan UU Cipta Kerja

Penolakan Tapera yang masif disuarakan oleh masyarakat luas memutar kembali memori akan penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 2020-2023.

Gelombang demonstrasi mengisi ruang mimbar, baik itu di jalan, maupun melalui mulut para pakar dan kritikus.

Namun, pada akhirnya UU Cipta kerja tetap disahkan pemerintah setelah drama berjilid-jilid di MK.

Produk Lama Disahkan Lagi

Sejatinya, UU Ciptaker dan Tapera bukanlah hal baru.

Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019)

Kemudian, setelah proses panjang, RUU Ciptaker disahkan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 5 Oktober 2020.

Sementara, Tapera sendiri sudah punya UU sendiri pada 2016, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Kemudian, Senin (20/5/2024), Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hujan Kritik

Baik Omnibus Law maupun Tapera, sama-sama menuai kritik dan penolakan dari masyarakat.

Pasalnya, aturan-aturan yang ada dinilai memberikan kerugian jangka panjang bagi rakyat, terutama kaum pekerja.

Dalam kasus Tapera, masyarakat mengeluhkan bertambahnya total potongan terhadap gaji mereka yang tidak seberapa.

Sebelum ada potongan 2,5-3 persen untuk Tapera, gaji karyawan dan buruh sudah lebih dahulu disisihkan untuk sejumlah hal, antara lain:

  • BPJS ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua, 2 persen.
  • BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun, 1 persen.
  • BPJS Kesehatan, 1 persen.
  • Potongan pajak penghasilan PPh 21.

Baca juga: Tolak Program Tapera, Partai Buruh: Pemerintah Memang Niatnya Enggak Mau Kasih Rumah

Selain besaran iuran, masyarakat juga mengeluhkan periode menambung yang sangat panjang. Padahal, masih belum jelas realisasi rumah atau proses pencairan dana yang dicanangkan.

Sementara itu, dengan skema iuran Tapera saat ini, tabungan yang dikumpulkan tidak akan cukup bagi masyarakat untuk membeli rumah.

Dengan rata-rata gaji buruh yang tiap bulannya hanya Rp 3,5 juta. Iuran Tapera yang perlu dikumpulkan setiap bulan kurang lebih Rp105.000. Artinya, setiap tahun terkumpul Rp1.260.000,00.

Angka ini dinilai terlalu kecil untuk bisa mendapatkan rumah yang layak. Bahkan, untuk membayar uang muka saja tidak cukup.

Dalam UU Cipta Kerja, terdapat juga sejumlah peraturan yang dinilai merugikan masyarakat dan karyawan untuk jangka panjang.

Salah satunya, pasal 59 yang menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Hal ini menyebabkan, perusahaan dapat menahan status pekerja pada tahap pegawai kontrak untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pasal ini dikeluhkan karena memungkinkan hilangnya sejumlah hak pegawai akibat tidak adanya status karyawan tetap.

UU Cipta Kerja Digugat ke MK

Tapera bukan peraturan pertama yang digugat kaum buruh.

UU Cipta Kerja sudah lebih dahulu bolak-balik MK-DPR karena dikebut pengerjaannya.

Istilah inkonstitusional bersyarat pun menyebar luas usai majelis hakim MK mengetok palunya pada 25 November 2021.

Namun, satu tahun kemudian, terbitlah Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022).

Kaum buruh tidak tinggal diam dan Perppu ini pun digugat kembali ke MK.

Namun, pada 2 Oktober 2023, majelis hakim yang saat itu dipimpin oleh Anwar Usman menyatakan, Perppu tersebut tidak cacat formil alias gugatan dari kaum buruh ditolak seluruhnya.

Akhir cerita, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 disahkan menjadi UU oleh DPR pada 21 Maret 2023.

Kendati demikian, penolakan terhadap UU Cipta Kerja masih bergema. Termasuk, saat aksi unjuk rasa pada Kamis (6/6/2024).

Baca juga: Partai Buruh Bakal Ajukan Judicial Review terhadap Aturan Tapera

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Sebut Judi 'Online' Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Polda Metro Sebut Judi "Online" Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Megapolitan
Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Megapolitan
Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Megapolitan
Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Megapolitan
Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Megapolitan
Kapolda Metro: Judi 'Online' Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Kapolda Metro: Judi "Online" Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Megapolitan
Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Megapolitan
Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi 'Online'

Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi "Online"

Megapolitan
Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Megapolitan
Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Megapolitan
Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Megapolitan
Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Megapolitan
Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Megapolitan
 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com