Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadin DKI Selidiki Hengkangnya Perusahaan dari JIEP Pulogadung

Kompas.com - 21/08/2013, 00:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta akan mengecek langsung kebenaran penyebab empat perusahaan hengkang dari kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Ketua Kadin DKI Jakarta Edy Kuntadi mengatakan, pernyataan perusahaan hengkang dari Jakarta karena UMP perlu diverifikasi lagi.

”Kita baru dengar hal itu di media, apa benar mereka hengkang karena tidak sanggup bayar gaji sesuai UMP? Itu perlu ditanya ke perusahaannya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (20/8/2013).

Edy mengatakan, Kadin DKI akan melakukan pengecekan. Jika memang benar diakibatkan oleh kesulitan dalam membayar UMP yang tinggi, maka hal ini patut menjadi perhatian semua pihak.

”Bisa saja perusahaannya memiliki manajemen yang kurang baik, terlibat utang besar, atau lainnya, jadi memang harus dicek. Tapi kalau memang benar (karena UMP tinggi), ini harus menjadi perhatian,” ujarnya.

Menurut Edy, kenaikan UMP tinggi perlu diwaspadai pada 2014. Menurutnya, dalam pembahasan APBN RI 2014 juga terdapat kenaikan unsur gaji pegawai negeri sipil.

”Kenaikan gaji PNS akan memicu kenaikan gaji di sektor swasta. Ditambah kenaikan harga BBM, inflasi, dan sebagainya, pasti ada kenaikan UMP tahun depan,” ujarnya. Kadin DKI juga akan menerjunkan tim untuk memantau langsung harga-harga dan kebutuhan masyarakat agar bisa merumuskan kebutuhan hidup layak (KHL) untuk tahun 2014.

Bahkan, unsur buruh sudah mengusulkan angka UMP tahun 2014 sebesar Rp 3,7 juta. Usulan itu didasarkan atas pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyatakan bahwa standar kehidupan layak di Jakarta mencapai Rp 4 juta.

Namun, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja menilai, perusahaan di Jakarta tidak akan sanggup menaikkan UMP sebesar itu. Pria yang biasa disapa Ahok tersebut mengatakan, jika UMP naik hingga angka itu, maka bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Jakarta.

”Idealnya memang relokasi pabrik-pabrik agar pindah dari Jakarta, tapi tidak bisa langsung. UMP juga tidak bisa langsung besar,” ujar pria yang biasa disapa Ahok di Balaikota DKI Jakarta, kemarin. Menanggapi ketidakmampuan perusahaan membayar UMP, Ahok menilai tidak ada keseimbangan antara UMP dan produktivitas buruh.

Bila UMP dinaikkan mendekati KHL Rp 4 juta tersebut, lanjut Ahok, maka produktivitas dan kinerja buruh atau pekerja belum sesuai dengan gaji yang didapatkan.

”Solusi kita, menjadikan para pekerja ini sebagai pengusaha sektor usaha kecil menengah (UKM). Tetapi masalahnya, mereka akan jualan di pinggir jalan, buka warung, jadi PKL. Ya (ini) masalah lagi buat Jakarta,” tuturnya.

Ia mengatakan, pengusaha masih banyak memilih berusaha di Jakarta karena infrastruktur sudah sangat siap. Adapun di kawasan lain, infrastruktur masih sulit. Pemerintah pusat masih belum mampu melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah.

“Kalau produksinya mahal, mereka tidak bisa menutupi gaji. Artinya, perusahaan tidak boleh ada di tempat yang KHL-nya mahal dong. Coba kamu jadi pegawai, mau makan apa kalau gaji rendah,” ujarnya. (Ahmad Sabran)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengembangan Stasiun Tanah Abang Pangkas 'Headway' KRL Jalur Serpong, Jadi Lebih Cepat Empat Menit

Pengembangan Stasiun Tanah Abang Pangkas "Headway" KRL Jalur Serpong, Jadi Lebih Cepat Empat Menit

Megapolitan
Pendaftaran Cagub Independen DKI Dibuka, Syarat Calon Dapat 618.968 Dukungan Warga Jakarta

Pendaftaran Cagub Independen DKI Dibuka, Syarat Calon Dapat 618.968 Dukungan Warga Jakarta

Megapolitan
Fenomena Tawuran di Pasar Deprok, Disebut Ulah Provakator dan Diawali Pemasangan Petasan

Fenomena Tawuran di Pasar Deprok, Disebut Ulah Provakator dan Diawali Pemasangan Petasan

Megapolitan
Syoknya Lansia di Bogor, Nyaris Tewas Usai Tertimbun Reruntuhan Rumahnya yang Ambruk akibat Longsor

Syoknya Lansia di Bogor, Nyaris Tewas Usai Tertimbun Reruntuhan Rumahnya yang Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Pengakuan Alumni STIP soal Senioritas di Kampus: Telan Duri Ikan hingga Disundut Rokok

Pengakuan Alumni STIP soal Senioritas di Kampus: Telan Duri Ikan hingga Disundut Rokok

Megapolitan
Junior Tewas Dianiaya Senior di STIP, Keluarga Pelaku Belum Datangi Pihak Korban

Junior Tewas Dianiaya Senior di STIP, Keluarga Pelaku Belum Datangi Pihak Korban

Megapolitan
Sopir Diduga Mengantuk, Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ

Sopir Diduga Mengantuk, Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ

Megapolitan
Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Pegawai Berhamburan ke Luar Gedung

Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Pegawai Berhamburan ke Luar Gedung

Megapolitan
Warga yang Buang Sampah Sembarangan di Dekat Lokbin Pasar Minggu Bakal Didenda Rp 500.000

Warga yang Buang Sampah Sembarangan di Dekat Lokbin Pasar Minggu Bakal Didenda Rp 500.000

Megapolitan
Sopir di Tangerang Curi Uang Majikan Rp 150 Juta, Ajak Istri Saat Beraksi

Sopir di Tangerang Curi Uang Majikan Rp 150 Juta, Ajak Istri Saat Beraksi

Megapolitan
Polisi: Kami Butuh Partisipasi Warga untuk Atasi Tawuran

Polisi: Kami Butuh Partisipasi Warga untuk Atasi Tawuran

Megapolitan
Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Kepulan Asap Putih Bikin Pemadam Kewalahan

Toko Pakaian di Pecenongan Terbakar, Kepulan Asap Putih Bikin Pemadam Kewalahan

Megapolitan
Harapan Masyarakat untuk RTH Tubagus Angke, Nyaman Tanpa Praktik Prostitusi...

Harapan Masyarakat untuk RTH Tubagus Angke, Nyaman Tanpa Praktik Prostitusi...

Megapolitan
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Mei 2024

Megapolitan
Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Nahas, Balita di Matraman Tewas Terperosok ke Selokan Saat Main Hujan-hujanan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com