Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Pluit: Tanpa Disiapkan Tempat, Sudah Main Gusur

Kompas.com - 24/08/2013, 12:15 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa warga RT 17 RW 19, di Blok G Waduk Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, menyesalkan upaya penggusuran yang dilakukan aparat Satpol PP terkait program Pemprov DKI Jakarta untuk normalisasi kawasan waduk. Mereka menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengingkari janjinya bahwa relokasi akan dilakukan dua tahun lagi setelah warga mendapatkan tempat tinggal baru.

Ketua RT 17 Roni, mengatakan, pihaknya akan mengupayakan agar dapat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sebagian warga, menurutnya, masih bertahan lantaran tidak tahu mesti tinggal di mana.

"Kita mau rencananya datangin lagi Jokowi. Gimana, ngomongnya (relokasi permukiman) dua tahun lagi. Katanya disiapin tempat dulu, baru dipindahin. Ini tanpa disiapin tempat sudah main gusur semua," kata Roni, di Waduk Pluit, Jakarta Utara, Sabtu (24/8/2013).

Menurutnya, berdasarkan rapat yang pernah dilakukan di Kecamatan Penjaringan, akan ada berita pemberitahuan dari Pemprov DKI Jakarta mengenai penyelesaian bagi warga untuk memperoleh rumah susun. Namun, belum terwujud hal itu, kediaman mereka telanjur sudah digusur.

"Jadi bukan tunggu pemprov ada penyelesaian, dia gusur. Habis, bukan (lagi) penyelesaian, gusur habis. Padahal kita sudah mau sepakat pindah rumah susun ini. Tahu ternyata penggusuran paksa," kesal Roni.

Roni juga merupakan salah satu warga di lokasi yang tempat tinggalnya digusur. Ia mengatakan memiliki tiga rumah di lokasi tersebut. Dari jumlah itu, ia mengatakan baru mendapatkan ganti rugi untuk satu rumah miliknya sebesar Rp 15.500.000.

"Saya dapat rumah saya ada 3, baru bayar (ganti rugi) Rp 15,5 juta. Saya mau nuntut rumah saya yang dua lagi," ujar Roni.

Menurutnya, ada pemberian ganti rugi mulai Rp 8.000.000 sampai Rp 40.000.000 dari Pemprov DKI Jakarta kepada warga di RT 17 yang terdata dengan 48 kepala keluarga (KK) itu. Jumlah yang diberikan bervariasi tergantung nilai bangunan warga.

"Pak Tinggih itu (ganti rugi) Rp 40 juta, baru dibayar Rp 30 juta. Dia tukang kapal di Pelabuhan. Lalu Pak Nurahman Rp 40 juta, dia buka warteg," beber Roni.

Tri (24), salah satu anak pemilik toko di Waduk Pluit mengaku orangtuanya belum memperoleh ganti rugi dari penggusuran itu. Ia meminta kejelasan mengenai nasib mereka selanjutnya. Sejak hari penggusuran, Kamis (22/8/2013), dia bersama keluarga dan orangtua memilih tinggal di lokasi samping waduk dengan mendirikan tenda.

"Minta kejelasan saja gimana. Tapi ini kadang-kadang Satpol PP udah datang, 'ayo-ayo angkat saya bantuin'. Angkat ke mana kita enggak punya rumah," cetus Tri.

Sementara itu, sekitar 30 jiwa mengungsi dengan mendirikan tenda seadanya dekat Pos Polisi. Mereka meletakkan berbagai barang bawaan yang masih bisa diselamatkan seperti kasur, bantal, selimut, beberapa pakaian, dan kendaraan motor mereka di lokasi. Warga sebagian mengatakan penggusuran dilakukan tanpa memberikan waktu bagi mereka untuk menyelamatkan barang di dalam rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com