Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa dan Dosen Untag 1945 Desak Ketua Yayasan "Lengser"

Kompas.com - 22/12/2013, 10:37 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan para dosen, mendesak agar Rudiono Darsono mundur dari jabatan sebagai Ketua Yayasan Perguruan Tinggi tersebut.

Mamat Suryadi, Ketua Forum Kesatuan Aksi Mahasiswa UNTAG 1945 Jakarta, mengatakan, selama ini Rudiono dianggap memangkas kedaulatan mahasiswa, hak-hak mahasiswa, dan kebebasan akademik pun dihilangkan dari kehidupan kampus.

Bahkan, lanjut Mamat, BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) seperti LPM, PATAGA, dan BUDAYA dimatikan dari aktivitas, sehingga mahasiswa UNTAG 1945 tidak lagi bisa merasakan kebebasan akademik layaknya kampus pada umumnya.

Penyampaian aspirasi mahasiswa sudah pernah dilakukan pada bulan Maret 2013 lalu dan berujung dengan dikeluarkannya mahasiswa dan dijatuhkannya skorsing terhadap lima mahasiswa.

Selain itu, berbagai kebijakan dan peraturan yang dibuat pihak kampus dirasakan sangat menindas mahasiswa, yang rata-rata berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah.

Contohnya adalah pemberlakuan denda dari keterlambatan pembayaran administratif Rp 25.000 per hari, bila mengikuti ujian susulan harus membayar sebesar Rp 200.000 per mata kuliah dan harga kartu ujian sebesar Rp 10.000.

"Menurut kami kampus tidak lagi berorientasi pada pendidikan, cenderung berorientasi bisnis semata, dan lupa pada Tri Darma Perguruan Tinggi Indonesia," ujar Mamat, Minggu (22/12/2013).

Korupsi dan ijazah palsu
Beberapa dosen dan karyawan juga meminta kepada Dewan Pembina Yayasan untuk segera memecat Rudiono yang diduga telah menggelapkan uang yayasan Rp 34 miliar. 

Selain itu Rudiono juga diduga menggunakan ijazah palsu SMA dan S1 nya untuk mengambil S2 nya, yang ditempuh dengan melanggar prosedur akademik. "Bukti ijazah tersebut dipegang oleh beberapa dosen," ujar Mamat.

Selama kepemimpinan Rudiono, pemilihan rektor pun dilakukan dengan tidak demokratis. Hal tersebut pun juga terjadi pada pemilihan pembantu rektor ataupun dekan dan berbagai jabatan kampus yang lainnya.

Selain itu, Rudiono juga merubah akronim Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dari Akronim UNTAG, menjadi UTA. Hal tersebut memberi dampak historis dan non-ideologis bagi generasi muda. Sebab, tersebarnya kampus UNTAG 1945 di seluruh pelosok Indonesia pernah memberikan kontribusi didalam perkembangan demokrasi di Indonesia.

Sebagai bentuk perlawanan selama dua hari kemarin, Kamis (19/12/2013) dan Jumat (20/12/2013) mahasiswa, dosen beserta karyawan melakukan aksi demo di depan gedung kampus dengan melakukan orasi serta aksi bakar ban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com