Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa dengan Hafitd, Assyifa, dan Ade Sara?

Kompas.com - 08/03/2014, 10:55 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ade Sara Angelina Suroto (19), Ahmad Imam Al Hafitd, dan Assyifa Ramadhani dikenal sebagai teman satu SMA. Hubungan ketiganya yang diwarnai cinta, benci, cemburu, dan berujung kematian menimbulkan tanda tanya. Ada masalah apa dengan mereka?

"Tentu ada suatu hal berat dari mereka bertiga, sampai terjadinya hal itu ," kata psikolog asal Univeristas Indonesia, Dini Cokro, kepada Kompas.com, Sabtu (8/3/2014).

Menurutnya, masih banyak yang menjadi tanda tanya dari kasus tersebut. Misalnya, mengapa Assyifa mau terlibat merencanakan pembunuhan Ade Sara? Mengapa Ade Sara tidak mau bertemu mantan pacarnya, Hafitd? Dan mengapa Hafitd bisa sesadis itu merencanakan pembunuhan.

Menurutnya, ide rencana pembunuhan muncul karena adopsi dari lingkungan. Apa kegiatan sehari-hari yang dilakukan Hafitd dan Assyifa? Sebab, kata dia, jika persoalannya hanya cemburu, hal itu merupakan hal kecil jika harus diakhiri dengan cara membunuh. Terlebih, pembunuhan itu menggunakan alat kejut listrik.

Selain itu, lanjutnya, kata menyesal baru terucap setelah pelaku sudah berurusan dengan pihak berwajib. Hal itu, menurutnya, di luar jangkauan pribadi normal.

Meski begitu, Dini belum berani menyebut bahwa pelaku memiliki kepribadian seperti seorang psikopat sebab dirinya tidak memeriksa langsung. Ia hanya menggambarkan, contoh psikopat seperti seorang koruptor, yang tega melihat orang di sampingnya menderita.

Meski demikian, ia memperkirakan ada masalah dalam kepribadian pelaku yang bersangkutan. Faktor kekerasan yang datang dari tayangan kekerasan di media juga bisa ada dalam kasus ini.

"Sehingga tidak kenal kasih sayang dan egoistis," ujar Dini.

Kriminolog Univeristas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menyatakan, dari sisi kriminolog kasus semacam ini merupakan kejahatan ekstrem di luar batas kewajaran. Pelaku bisa saja meniru faktor internal ataupun eksternal dari lingkungan sekitarnya.

Ia mengutarakan hal senada bahwa tayangan kekerasan bisa memicu perilaku meniru. Terkadang, mereka yang mengonsumsi tayangan kekerasan, meski bersifat imajinasi, menurut Bambang, bisa dianggap sebagai sesuatu yang benar.

"Kita sekarang itu hal demikian berkembang sebetulnya. Tinggal pertahanan diri dari anak dan besik dari keluarga. Kalau keluarga bisa mentransformasi nilai budi pekerti saya kira anak bisa bertahan," ujar Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Megapolitan
Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Megapolitan
Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Megapolitan
Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com