Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersinggung Istilah "di-Prijanto-kan", Prijanto Telepon Ahok

Kompas.com - 10/03/2014, 08:40 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto tampaknya benar-benar tersinggung dengan pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyebutkan kata "di-Prijanto-kan".

Menurut Prijanto, istilah itu memiliki konotasi negatif dan seluruh dunia mengetahui istilah tersebut karena sudah tersebar di hampir semua media "online".

"Saya langsung telepon Ahok, tanya apa maksud dia mengeluarkan kata-kata itu?" kata Prijanto, di kediamannya Otista, Jakarta, Minggu (9/3/2014).

Purnawirawan TNI AD itu kemudian mengatakan, Basuki langsung meminta maaf atas pernyataannya. Namun, karena sudah telanjur kesal, Prijanto pun enggan berbicara panjang lebar kepada pria yang akrab disapa Ahok tersebut.

Sambungan telepon itu sempat terputus karena Basuki saat itu sedang bersama para ajudannya di dalam mobil dinas.

Saat sambungan telepon tersambung kembali, Prijanto meminta Basuki untuk menghapus semua berita online yang memasukkan pernyataan Basuki, "di-Prijanto-kan".

"Kalau (berita) tidak bisa dihapus, ya jelaskan saja apa yang dia maksud. Sampai sekarang, saya belum mendapat penjelasan," kata Prijanto.

Sebenarnya, lanjut dia, istilah "di-Prijanto-kan" sudah muncul lama di laman Kompasiana. Artikel itu diunggah oleh Go Teng Shin pada Mei 2013, dan berjudul, Ahok: Pendamping atau Pesaing Jokowi.

Selain mengeluarkan istilah "di-Prijanto-kan", Go Teng Shin juga mengeluarkan istilah "di-JK-kan" (Jusuf Kalla). Kendati demikian, maksud dari Go Teng Shin membuat artikel tersebut dengan alasan yang logis dan tutur bahasa yang sopan.

Istilah "di-JK-kan" berkaca pada hubungan SBY dengan JK saat berdampingan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2004-2009, ketika akhirnya JK tidak difungsikan dengan baik. Sedangkan istilah "di-Prijanto-kan", menurut Go Teng Shin, berarti Prijanto yang diamankan dan tidak boleh berbicara oleh sang Gubernur kala itu, Fauzi Bowo.

"Ahok kan tidak, dia menyatakan seolah-olah saya ini tidak bekerja untuk rakyat. Berarti dia sudah menganggap dirinya seperti Fauzi Bowo dan Wakilnya dari PDI-P harus 'di-Prijanto-kan', ini kan gila," kata Prijanto.

Sebelumnya diberitakan, Wagub Basuki mengaku pasrah jika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo maju menjadi capres. Dia hanya berharap akan mendapat jodoh wakil gubernur yang cocok dengannya.

"Pasti cocoklah kalau sama-sama bekerja untuk rakyat, pasti cocoklah. Kalau macam-macam, kita 'Prijanto'-kan, ha-ha-ha. Iya dong kalau tidak cocok," ucap Basuki beberapa waktu lalu.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, jika Jokowi maju sebagai calon presiden, ia harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur dan otomatis Basuki-lah yang naik sebagai gubernur.

Dalam aturan ketatanegaraan, seorang kepala atau wakil kepala daerah yang ditinggalkan oleh pasangannya yang mengundurkan diri tidak berhak untuk memilih calon pendamping. Oleh karena itu, Basuki menyerahkan semuanya kepada PDI Perjuangan yang akan memilihkannya wakil gubernur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Megapolitan
Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Bakal Maju di Pilkada DKI Jalur Independen, Tim Pemenangan Noer Fajrieansyah Konsultasi ke KPU

Megapolitan
Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Lindungi Mahasiswa yang Dikeroyok Saat Beribadah, Warga Tangsel Luka karena Senjata Tajam

Megapolitan
Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Pengamat: Mungkin yang Dipukulin tapi Enggak Meninggal Sudah Banyak

Megapolitan
Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com