Pelan-pelan, NS menjawab setiap pertanyaan dari ayahnya, HES (38). Tutur polos NS itu terlihat dalam rekaman video yang dibuat ayah dan ibunda NS, M (37), dalam perjalanan menuju rumah sakit. Keduanya tengah mengantar NS menuju RS Polri untuk visum.
Melalui kamera ponsel, HES mengawali pertanyaan kepada putri pertamanya itu. HES bertanya bagian mana yang dirasakan sakit oleh putrinya itu.
"Ini," jawab NS sambil meletakkan tangannya di organ vitalnya.
"Oh itu yang sakit. Kenapa itu sakit?" tanya HES, kembali bertanya.
"Enggak tahu. Tapi aku ke rumah E (teman sepermainan korban), tiba-tiba gatal," begitu jawab putrinya.
HES lalu bertanya kenapa bisa gatal setelah dari rumah CH (ayah teman sepermainan korban). Menurut putrinya, ia digigit semut. Dengan polos, NS mengaku semut itu masuk ke bagian alat vitalnya.
HES lalu bertanya, itu kata siapa? "Kata bapaknya E," jawab NS.
"Kata bapaknya E semut? Emang diapain sama bapaknya E?" tanya HES lagi.
NS mengaku ia dipukuli oleh CH. Bocah kecil itu mengaku menangis karena dipukuli CH. Menurut pengakuan NS, ia dipukuli karena tidak berteman dengan anak CH, E (6). NS memperagakan di bagian mana ia dipukuli CH.
"Aku dipukulin, terus disentilin, terus aku digigit semut," ujar NS.
Setelah mendapat pengakuan dari anaknya, HES terdengar mencoba menghibur anaknya. "Berarti kita berobat, dong," ujar HES.
"Kita berobat dulu," jawab gadis kecil itu.
"Berobat dulu baru kita makan KFC ya. Udah ya Inang (ibu) ya, udah ya," ujar HES kepada sang istri.
HES menjelaskan, pelaku memperdaya putrinya agar tidak menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya. "Kalau ditanya bapak sama mama, bilang aja digigit semut," ujar HES, menirukan suruhan pelaku kepada putrinya.
"Anak kecil kalau dibilang itu kan nurut saja," ujar HES.
Kasus yang terjadi pada pertengahan September 2014 itu membuat HES dan istrinya terpukul. "Istri saya shock dan nangis terus. Kerjaan saya juga terganggu," ujar HES.
Pelaku dugaan pencabulan terhadap putrinya ini pun sudah ditangkap. Anggota Unit Turjawali Satuan Sabhara Polres Metro Jakarta Timur itu diringkus pada tanggal 28 September. Bripka CH pun sudah mengakui perbuatannya, dan ada bukti visum dari RS Polri. Bripka CH terancam dipecat dengan tidak hormat dari kesatuannya. Namun, proses tersebut dilakukan setelah Bripka CH menjalani sidang di pengadilan negeri.
"Setelah itu ada sidang kode etik. Untuk memberhentikan anggota Polri, harus melalui vonis pada sidang kode etik dulu," ujar Kepala Bagian Humas Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Sri Bhayangkari.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Pelaku juga terancam denda minimal Rp 60 juta dan maksimal Rp 300 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.