Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Daerah Resapan Air Dijadikan Perumahan Elite...

Kompas.com - 12/02/2015, 08:52 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan pijakan bagi pengembangan sebuah kota. Di dalam RTRW telah diatur mana daerah yang diperuntukkan bagi kawasan permukiman, perkantoran dan niaga, ruang terbuka hijau, serta daerah resapan air. Dengan demikian, kota yang baik tentu saja adalah kota yang dibangun mengacu pada RTRW.

Lalu, bagaimana dengan DKI Jakarta? Dari banyak hal yang terjadi, mungkin saja pembangunan Ibu Kota tidak mematuhi RTRW. Begitu banyak permukiman kumuh yang berdiri di atas bantaran sungai, waduk, atau pinggiran rel. Warga-warga yang bermukim di lokasi-lokasi tersebut  dituding menjadi biang kerok dari carut marutnya wajah DKI Jakarta. Kebiasaan dan perilaku yang tak ramah lingkungan dinilai berkontribusi pada masalah akut yang telah selalu terjadi setiap tahun di Jakarta, banjir.

Namun, permukiman kumuh dan warganya seharusnya tak menjadi satu-satunya penyebab banjir di Ibu Kota. Permukiman-permukiman mewah yang berdiri di atas lahan yang tak sesuai dengan peruntukkannya juga andil pada banjir yang selalu terjadi di musim hujan.

Permukiman mewah di daerah resapan air

Berdasarkan data Litbang Kompas seperti dikutip Harian Kompas, 20 Desember 2013, dalam sebuah artikel "RTRW Jakarta dibuat untuk dilanggar", penggunaan ruang di Jakarta sudah diatur dalam RTRW yang dikeluarkan pada tahun 1965. Di dalamnya telah diatur bahwa pengembangan kota hanya dilakukan ke arah timur dan barat, mengurangi tekanan pembangunan di utara, dan membatasi pembangunan di selatan. 

Akan tetapi, kenyataannya, saat ini rencana tersebut hanya tinggal angan-angan. Sebab, wilayah selatan dan utara justru marak dengan kegiatan pembangunan. Khusus di utara, kini bahkan banyak permukiman mewah yang dibangun. Ironisnya, permukiman tersebut dibangun di atas lahan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Salah satunya adalah Kelapa Gading.

Dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985, kawasan Kelapa Gading difungsikan sebagai kawasan persawahan, daerah resapan air, dan rawa yang menjadi lokasi penyimpanan sementara air laut yang pasang untuk mencegah banjir di daerah sekitarnya. Namun, dalam perkembangannya, Kelapa Gading telah tumbuh menjadi kawasan perumahan elite yang hampir setiap akhir pekan dipromosikan di televisi sebagai salah satu hunian berkelas di Jakarta.

Dan kini, Kelapa Gading juga menjadi salah satu kawasan yang sering mengalami banjir, yang kemudian menyebar ke daerah-daerah lain yang ada di sekitarnya.

Masih berdasarkan data Litbang Kompas, contoh lain kawasan perumahan mewah yang berdiri di atas daerah resapan air adalah kawasan Angke Kapuk. Pada tahun 1977, kawasan Angke Kapuk ditetapkan sebagai hutan bakau lindung, hutan wisata, dan pembibitan. Namun, pada tahun 1982, sekitar 70 persen kawasan hutan lindung ini malah diserahkan kepada swasta untuk dibangun kawasan permukiman, komersial, dan fasilitas pendukungnya. Hal ini berujung pada perubahan fungsi lahan di daerah yang memang tergolong dekat dari Bandara Soekarno Hatta itu. Kawasan permukiman skala besar dibangun di sana. Dampaknya, saat ini jalan tol dari dan menuju Bandara Soetta menjadi salah jalan tol yang rawan banjir.

Pengamat perkotaan Nirwono Yoga menyebutkan, kawasan lain di Jakarta Utara yang mengalami alih fungsi lahan adalah Pluit. Menurut dia, dahulu di Pluit ada Taman Buaya dan Hutan Mangrove yang kini telah berubah menjadi Mega Mall Pluit.

"Dalam RUTR Jakarta 1985-2005, Pluit adalah kawasan hunian terbatas karena menjadi daerah resapan air. Jadi memang banyak penyalahgunaan lahan dan peralihan tata ruang," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (11/2/2015).

Bagaimana dengan Jakarta Selatan?

Dalam RTRW 1965, pengembangan kawasan di Jakarta Selatan seharusnya dibatasi karena wilayah tersebut ditetapkan sebagai daerah resapan air. Pada tahun 1983, areal terbangun di Jakarta Selatan masih 26 persen dari luas total. Namun, pada dua puluh tahun berikutnya, kawasan terbangun meningkat menjadi 72 persen. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi daerah terbangun di Jakarta Timur.

Salah satu kawasan yang mengalami pembangunan pesat namun tak sesuai peruntukkan adalah Kemang. Dalam RUTR 2005 (1985-2005), kawasan yang menjadi bagian daerah aliran Sungai Krukut ini ditetapkan sebagai kawasan permukiman dengan pengembangan terbatas karena fungsinya sebagai daerah resapan air.

Kenyataannya, saat ini Kemang dikenal sebagai kawasan komersial yang dipadati kafe, restoran, dan hotel. Bahkan, Kemang telah dikenal sebagai kawasan gaul anak muda Ibu Kota. Namun karena sudah "ditakdirkan" sebagai daerah resapan air, Kemang pun menjadi daerah yang rawan banjir. Bila curah hujan tinggi, hampir dapat dipastikan akan muncul banyak genangan banjir di kawasan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com