Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Ada Penyelewengan, Sistem Penyaluran KJP Dianggap Sudah Tepat

Kompas.com - 05/08/2015, 14:36 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman menilai sistem penyaluran dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang diterapkan saat ini sudah tepat, meskipun masih terjadi penyalahgunaan.

Menurut dia, sistem penyaluran langsung melalui rekening penerima mempermudah proses pengawasan. Arie mengatakan mudahnya proses pengawasan itulah yang membuat penyalahgunaan dana KJP bisa cepat terungkap.

Karena itu ia menegaskan tidak akan ada perubahan terhadap sistem penyaluran KJP, apalagi  sampai mengubahnya menjadi penyaluran dengan sistem tunai.

"Bayangkan kalau diberikan tunai. Bagaimana mengontrol 489.000 orang. Enggan mungkin masing-masing orang diikutin terus. Jadi cara yang paling tepat guna memang yang sekarang ini," kata Arie saat dihubungi, Rabu (5/8/2015).

Arie mengatakan jumlah penerima KJP yang disinyalir menyalahgunakan dana tersebut ada 20 orang. Ia menyebut jumlah tersebut tidak sampai 1 persen dari jumlah keseluruhan penerima KJP.

Atas dasar itu, Arie menilai masih adanya penyalahgunaan dana KJP dengan cara memanfaatkan fasilitas electronic data capture (EDC) lebih disebabkan rendahnya kesadaran dari si penerima, terutama oleh si orangtuanya.

"Kasus kemarin memang membuktikan masih ada orang tua yang tidak jujur. Menyalahgunakan.  Kalau yang lalu diberi kesempatan tunai, belinya macam-macam," ujar Arie yang sebelumnya mengungkap modus penyalahgunaan dana KJP. [Baca: Penerima Kartu Jakarta Pintar Jual Kartunya Rp 400.000]

Ia menyebut penyalahgunaan dana KJP tidak dilakukan langsung oleh pemilik kartu, melainkan oleh orang lain yang membayar kartu tersebut dengan uang tunai dengan harga sekitar Rp 400.000-Rp 500.000 kepada pemilik kartu.

Uang tunai tersebut sebenarnya lebih kecil ketimbang saldo di dalam kartu KJP yang bisa mencapai Rp 750.000.

Arie menduga pemilik kartu tergiur karena saldo yang ada di dalam KJP tidak bisa dicairkan secara tunai. Kalaupun bisa, maksimal hanya Rp 50.000 setiap minggunya.

Secara terpisah, Bank DKI mengimbau agar tempat-tempat perbelanjaan yang menjual barang yang tidak terkait kebutuhan pendidikan tidak melayani pemilik kartu Bank DKI yang bertanda KJP. Hal itu dikhususkan kepada tempat-tempat perbelanjaan yang telah memiliki fasilitas EDC dari Bank DKI.

"Antara kartu KJP dan yang non-KJP kan secara tampilan berbeda. Jadi sebaiknya kalau ada yang membawa kartu KJP (di tempat perbelanjaan non kebutuhan pendidikan), tidak usah dilayani," kata Corporate Secretary Bank DKI Zulfarsah di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Tempuh Jalur Hukum jika Upaya Mediasi Gagal

Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Tempuh Jalur Hukum jika Upaya Mediasi Gagal

Megapolitan
Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Megapolitan
Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Megapolitan
Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Megapolitan
3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com