Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Birokrasi ala Ahok Hilangkan Senioritas

Kompas.com - 07/09/2015, 18:36 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut sistem perampingan birokrasi melalui seleksi jabatan yang dilakukannya merupakan cara terbaik untuk memilih calon pejabat potensial.

Sejak menjadi anggota Komisi II DPR RI, Basuki telah merumuskan tes dengan menggunakan computerized adaptive testing (CAT). 

"Jadi, sistem tes itu soalnya diacak dengan orang di sebelah semuanya. Komputer yang memainkan bank soal dan hasil tesnya dikeluarkan angkanya," kata Basuki di Balai Kota, Senin (7/9/2015). 

Nilai tes kompetensi melalui CAT itulah yang dikombinasi Basuki dengan hasil wawancara bersama psikolog.

Nantinya, lanjut dia, psikolog akan memberi hasil, yakni rekomendasi "tidak disarankan untuk posisi itu" atau "dipertimbangkan untuk posisi itu".

Dalam menyeleksi pejabat DKI, Ahok, sapaan Basuki, cenderung melihat hasil dua tes tersebut meskipun masih ada aspek penilaian lainnya, yakni makalah.

"Kenapa saya tak begitu percaya makalah? Makalah mah bisa saja dia contek bikin dari orang atau beli di Kramat. Teori seseorang pintar itu belum tentu dia bisa kerja. Saya cenderung melihat tes CAT-nya yang oke dan rekomendasi psikolog," kata Basuki. 

Dia mengaku berulang kali mengambil risiko dengan memilih calon pejabat yang tes psikologinya tidak direkomendasi.

Menurut Basuki, bekerja di Dinas Perindustrian dan Energi, misalnya, hanya mengganti lampu penerangan jalan umum (PJU). Seseorang tidak perlu terlalu pintar melakukan hal itu.

Yang terpenting, bagi Basuki, adalah pejabat itu penurut, punya hati melayani, loyal, jujur, mau berusaha keras memenuhi keluhan warga, dan lain-lain.

"Itu cara tes kami sehingga ini sangat adil. Cara saya ini membuat senang para PNS DKI yang tidak punya jabatan," ujarnya. 

Sesuai Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, Basuki berhak merotasi dan mendemosi (menurunkan pangkat hingga menjadikan staf) para pejabat eselon.

Di samping itu, ia juga berhak mempromosikan para staf menjadi pejabat eselon. "Jadi, tidak ada lagi istilah senioritas di Pemprov DKI. Sebelumnya kan biasanya pegawai ini jangan diangkat dulu karena di dalam SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Masih ada pegawai yang lebih senior dan golongannya lebih tinggi. Saya tak mau tahu karena UU ASN tak mengenal siapa yang lebih senior, tetapi istilahnya siapa yang bisa melayani lebih baik," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Megapolitan
Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Megapolitan
Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Megapolitan
Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Megapolitan
Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Megapolitan
Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Megapolitan
Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Megapolitan
Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Megapolitan
Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Megapolitan
Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Megapolitan
Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Megapolitan
Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Megapolitan
Buka Penjaringan Bacagub Jakarta, DPW PSI: Kami Cari Jokowi-Jokowi Baru

Buka Penjaringan Bacagub Jakarta, DPW PSI: Kami Cari Jokowi-Jokowi Baru

Megapolitan
13 Jukir Liar di Jakpus Dirazia, Ada yang Mau Kabur, Ada yang Tersenyum Lebar

13 Jukir Liar di Jakpus Dirazia, Ada yang Mau Kabur, Ada yang Tersenyum Lebar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com