Hal itu karena ada kecenderungan terjadi gangguan kamtibmas akibat masih adanya pro dan kontra atas kehadiran layanan ojek berbasis aplikasi tersebut.
Selain itu, mulai muncul masalah di lapangan, seperti banyaknya pengojek daring yang mangkal dan bergerombol di sembarang tempat.
Banyaknya pengojek daring juga membuat persaingan di antara mereka amat ketat dan memicu konflik internal.
"Sampai saat ini masih pro dan kontra. Jadi, operasional ojek daring masuk dalam prioritas analisis intelijen kami. Setiap hari, kami akan membuat perkiraan intelijen yang terkait situasi kamtibmas," katanya, Selasa (3/11).
Menurut Iqbal, kepolisian sudah cukup banyak menangani kasus-kasus pidana yang terkait operasional ojek daring, khususnya Go-Jek, di beberapa wilayah, seperti kasus kekerasan atau pengeroyokan dan konflik di antara sesama pengojek.
Yang terakhir, kasus teror di kantor Go-Jek di Kemang, Jakarta Selatan.
Selain itu, ada isu yang beredar bahwa pengemudi Go-Jek memprotes kebijakan tarif dan honor yang didapat. Protes itu rumornya akan diikuti mogok massal pengemudi Go-Jek.
Jadi, lanjut Iqbal, keberadaan Go-Jek saat ini memang dipandang bisa memunculkan gangguan kamtibmas.
Iqbal menambahkan, keberadaan pengemudi Go-Jek yang sangat banyak dan bergerombol di satu titik juga berpotensi menjadi gangguan ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas.
Yang kerap terjadi adalah mereka bergerombol di trotoar.
"Semua orang tahu, trotoar itu adalah tempat pejalan kaki, bukan tempat ojek mangkal," kata Iqbal.
Iqbal juga menyesalkan munculnya solidaritas sesama pengemudi yang dinilai tidak tepat.
Salah satunya adalah bergerombol mendatangi sesama pengemudi yang mendapat kecelakaan lalu lintas atau berkonflik dengan pengojek lain.
"Dari yang semula niatnya baik, malah jadi berakibat buruk karena mengganggu pengguna jalan lain. Seragam Go-Jek yang dikenakan itu sebetulnya adalah seragam kerja untuk mereka mencari nafkah," katanya.