JAKARTA, KOMPAS.com — Hal yang dipermasalahkan sopir angkutan umum terhadap layanan transportasi berbasis aplikasi atau online kembali lagi soal regulasi. Kubu transportasi online digugat karena tidak mengantongi izin dan tidak mengikuti aturan main yang umumnya diberlakukan bagi sebagian besar angkutan umum resmi.
Pihak yang berwenang mengeluarkan regulasi tersebut adalah Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Namun, dalam beberapa kesempatan, Kemenhub justru terlihat melarang keberadaan layanan transportasi berbasis aplikasi.
Di sisi lain, dalam sudut pandang masyarakat, layanan semacam itu dinilai sangat membantu pekerjaan mereka. Dalam sebuah kesempatan, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana menjelaskan, ada regulasi yang tidak sempurna di Indonesia.
Setiap moda transportasi memiliki aturannya sendiri-sendiri tanpa ada satu aturan besar yang menaungi itu semua.
"Yang globalnya tidak ada RUU Sistem Transportasi Nasional. Anak-anaknya berkembang masing-masing," kata Yudi kepada Kompas.com.
Dampak dari hal tersebut, banyak pihak yang berlomba membuat terobosan dan inovasi di bidang mereka sendiri untuk menghadirkan layanan transportasi yang punya daya saing. Contohnya ialah seperti Uber, Grab, hingga Go-Jek.
"Ini jadi bukti, sistem transportasi publik tidak bisa dihadirkan pemerintah. Tidak bisa menyediakan yang murah dan nyaman. Faktanya, 90 persen masalah transportasi ditangani swasta," tutur Yudi.
Layanan transportasi seperti Uber dan Grab tidak bisa dipaksakan untuk mengikuti aturan bagi angkutan umum konvensional. Perlu regulasi baru yang mengatur tentang layanan transportasi dan penggunaan aplikasi online sebagai platform sehingga keduanya bisa jalan beriringan.
"Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan baiknya dikaji lagi," ujar Yudi.
Setelah sempat diprotes para sopir angkutan umum, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memutuskan tidak memblokir aplikasi Uber dan Grab.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara melihat, masyarakat banyak terbantu dengan kedua aplikasi itu. (Baca: Menunggu Transportasi Berbasis Aplikasi Jadi Badan Usaha)
Walaupun disebut melanggar banyak hal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 itu, Rudiantara menilai, pihak Uber maupun Grab telah berusaha memenuhi aspek legalitasnya. Salah satu bentuk keseriusan mereka adalah mengajukan izin pendirian koperasi untuk mewadahi sopir-sopirnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.