JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Moestaqiem Dahlan meminta pemerintah tidak menjadikan moratorium reklamasi untuk sekedar menyenangkan nelayan saja.
"Pertama moratorium ini jangan hanya jadi penghibur belaka buat nelayan Teluk Jakarta karena ini cuma tindakan politik, tetapi juga dilanjutkan dengan tindakan hukum," kata pria dengan sapaan Alan itu, dalam acara talkshow sebuah Radio, bertema "Nasib Reklamasi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/4/2016).
(Baca: Guru Besar IPB: Kalau Reklamasi Tak Diteruskan, Iklim Investasi Semakin Buruk
Tindakan hukum yang dimaksudkannya adalah pemerintah menggugat perusahaan pengembang proyek reklamasi yang terbukti merusak lingkungan.
"Misalnya ada korporasi merusak lingkungan maka pemerintah harus menggugat perusahaan yang melakukan pengerusakan lingkungan," ujar Alan.
Alan menegaskan, pihaknya menolak reklamasi. Ia lebih berharap pemerintah memperbaiki pencemaran di teluk Jakarta dan kerusakan lingkungan di sana.
Kerusakan akibat reklamasi yang sudah berlangsung saat ini, menurut dia, harus dipulihkan.
"Harus direstorasi, harus dikembalikan, dipulihkan kembali. Ketika alamnya dirusak maka perusak harus bertanggung jawab. Nah, pemerintah harus hadir di situ, negara harus ada, karena ini merusak habitat dan kehidupan nelayan di teluk Jakarta," ujarnya.
(Baca: Reklamasi Teluk Jakarta Harus Punya Izin Amdal Regional Terpadu)
Pemerintah pusat telah memutuskan untuk menghentikan sementara proyek reklamasi Tanah Air, termasuk di Teluk Jakarta.
Keputusan itu diambil dalam rapat antara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, serta jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Proyek reklamasi ini dihentikan sampai semua persyaratan dan perizinan sesuai yang diatur perundang-undangan terpenuhi.