JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan kusir delman mengikuti dialog terbuka bersama dengan eksekutif di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jumat (3/6/2016). Perwakilan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI (Dinas KPKP) Jakarta menjelaskan kepada para kusir alasan delman dilarang beroperasi di kawasan Monumen Nasional atau Monas.
Pelarangan delman beroperasi di Monas mulai diterapkan pada April 2016.
"Waktu itu ada kegiatan bersama-sama untuk pemeriksaan pada kuda delman. Dari 31 ekor, ada 28 yang positif memiliki telur cacing," kata Kepala Seksi Kesehatan Hewan dari Dinas KPKP Rudewi.
Rudewi mengatakan, pengobatan terhadap kuda memiliki efek samping terhadap kuda tersebut. Kuda akan merasa sakit yang luar biasa pada perutnya. Selain itu, kuda itu juga tidak boleh bekerja dulu.
Penyakit yang ada pada kuda-kuda itu menjadi salah satu faktor delman dilarang beroperasi di Monas. Kotoran kuda juga bisa membuat kawasan Monas menjadi bau.
Menanggapi hal itu, salah seorang kusir delman, Asani, meminta Pemerintah Provinsi DKI lebih bijak dalam menyelesaikan masalah. Asani meminta nasib para kusir juga dipikirkan. Soal penyakit, Asani berpendapat penilaian Pemprov DKI berlebihan.
Dia merasa tidak pernah sakit meski berinteraksi dengan kudanya setiap hari.
"Kalau delman dibilang banyak penyakit, buktinya kusir sehat semua sampai sekarang. Masalah perut mohon dipikirkan juga, Bu. Monas tanpa delman juga bagai sayur kurang garam, Bu," ujar Asani.
Rudewi menjawab bahwa manusi yang memiliki daya tahan tubuh kuat bisa tidak sakit saat berinteraksi dengan kuda. Namun potensi tertular tetap ada.
"Meskipun tidak tertular, tetap saja kudanya sakit," ujar Rudewi.
Namun Rudewi mengatakan, dia bukan pihak yang bisa membuat keputusan di Dinas KPKP. Dia berjanji akan menyampaikan aspirasi para kusir delman kepada kepala SKPD.