Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasang Surut Hubungan Ahok dengan PDI-P...

Kompas.com - 21/09/2016, 09:12 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan secara resmi telah menyatakan keputusan untuk mengusung Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama sebagai calon gubenur untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017.

Ahok akan berpasangan dengan salah satu kader PDI-P yang juga wakilnya saat ini, Djarot Saiful Hidayat. Pengusungan Ahok oleh PDI-P tidak dilalui dengan mulus. Kedua pihak bahkan pernah terlibat perseturuan.

Situasi itu terjadi pada sekitar awal tahun 2016, tepatnya saat Ahok berencana maju melalui jalur independen. Ketika itu, kelompok relawan pendukung Ahok, "Teman Ahok", meminta agar Ahok segera menunjuk calon pendampingnya. Tujuannya untuk memenuhi syarat terkait pernyataan dukungan melalui data KTP.

Dalam peraturan yang berlaku, formulir dukungan data KTP terhadap seorang kandidat bakal calon harus disertai dengan diikutsertakannya nama pendamping. Saat itu, Ahok sempat menginginkan agar Djarot tetap mendampinginya. Namun, Djarot tidak bersedia jika harus maju melalui jalur independen.

KOMPAS.COM/ANDREAS LUKAS ALTOBELI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersenyum saat dipakaikan jas berwarna merah oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di KPU DKI Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Akhirnya, Ahok memutuskan ingin mengajak salah satu bawahannya di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Pilihan Ahok disambut baik oleh para anggota Teman Ahok.

Namun, pasca-keputusan itu, terjadi saling sindir antara Ahok dan para politisi PDI-P, tak terkecuali Djarot. (Baca: Jalan Pulang Ahok ke PDI Perjuangan…)

Saling sindir berawal dari terungkapnya Sekretariat "Teman Ahok" yang memanfaatkan lahan DKI. Lahan itu dikerjasamakan dengan BUMD, PT Sarana Jaya, dan dikerjasamakan lagi dengan pihak swasta lainnya.

Lahan yang ditempati merupakan pinjaman dari konsultan publik Cyrus Network, Hasan Nasbi. Saat itu, baik Ahok maupun Djarot membela kepentingan masing-masing. Ahok membela relawan pendukungnya, Teman Ahok, yang menggunakan aset Pemprov DKI di Kompleks Graha Pejaten sebagai sekretariat mereka.

Di sisi lain, Djarot membela partainya, yang disebut Ahok juga menggunakan aset negara sebagai kantor dewan pimpinan cabang (DPC). Djarot pun mengimbau Teman Ahok menempati tempat lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan segala sesuatu terkait pemerintahan di DKI Jakarta.

KOMPAS.COM/ANDREAS LUKAS ALTOBELI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat ditemani Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat mendaftar pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di KPU DKI Jakarta, Rabu (21/9/2016).
"Saran saya, sebaiknya (Teman Ahok) cari (tempat) yang lain yang lebih netral, jangan dipakai untuk politik, tetapi secara aturan boleh. Kenapa sih, memang enggak ada yang lain?" kata Djarot, Senin (21/3/2016) lalu.

Ahok pun langsung bereaksi mendengar saran Djarot tersebut. Ia pun menyinggung banyaknya partai politik yang menyewa lahan milik Pemprov DKI, termasuk partai tempat Djarot bernaung, PDI-P.

"Kalau Pak Djarot merasa ini etika yang dilanggar, kalau gitu Pak Djarot suruh kantor PAC PDI-P pindah dulu, dong, kalau soal etika. Etika kan soal perasaan kan. Kalau aturan, enggak ada yang dilanggar," ujar Ahok.

Bahkan, juru bicara Teman Ahok, Singgih Widiyastono, mengatakan, saran Djarot tersebut bertujuan menghambat kinerja relawan yang sedang giat-giatnya mengumpulkan data KTP agar Ahok ikut Pilkada DKI 2017 melalui jalur independen.

Tak hanya itu, ia menyebut saran yang dilontarkan Djarot merupakan bentuk kecemburuannya karena tidak dipilih untuk menjadi calon wakil gubernur pendamping Ahok pada Pilkada DKI 2017.

"Sebenarnya, Ahok mau Djarot tetap jadi wakilnya, tetapi dia lebih pilih independen, makanya tidak bisa bareng sama beliau lagi. Mungkin Pak Djarot cemburu, tadinya dia mau jadi wakil, tetapi Pak Ahok mintanya dia jadi independen, apalagi dong masalahnya kalau tidak cemburu," kata Singgih.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com