JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli bahasa Bambang Kaswanti Purwo yang menjadi saksi ahli dalam persidangkan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan, ada perbedaan dalam memaknai pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada September tahun lalu yang memicu muncul kasus itu.
Pengacara Ahok menanyakan perbedaan pemahaman itu dari tiga contoh situasi. Situasi pertama adalah mereka yang menyaksikan langsung pidato di Kepulauan Seribu, kedua adalah mereka yang tidak menyaksikan pidato tetapi menonton video-nya, ketiga adalah mereka yang tidak menyaksikan langsung dan tidak menonton video tetapi hanya tahu dari media sosial.
"Kalau dari contoh tiga kasus tadi, yang pemahamannya paling sempurna adalah yang pertama," kata Bambang yang merupakan Guru Besar Linguistik di Universitas Atma Jaya Jakarta itu dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Rabu (29/3/2017).
Bambang mengatakan hal itu bukan hanya berlaku bagi ahli bahasa seperti dia melainkan untuk semua orang.
Pengacara meminta pendapat Bambang karena orang yang menyaksikan langsung di Kepulauan Seribu tidak ada yang mempermasalahkan isi pidato Ahok. Pidato Ahok baru ramai diperbincangkan setelah video berisi pidato itu viral di media sosial.
Pengacara bertanya kenapa pidato yang disebar di media sosial justru berdampak lebih besar.
Bambang mengatakan, itu merupakan alasan dia tertarik dengan kejadian tersebut. Dia menekankan bahwa memaknai pidato harus dengan konteksnya.
"Untuk memberi pemahaman ke masyarakat bahwa pemaknaan sangat (tergantung) konteks," kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.