Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Gubernur Bangkok Bangun MRT dan "Sky Train"

Kompas.com - 20/09/2013, 07:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Memulai adalah hal paling sulit dalam sebuah kebijakan. Kesulitan akan berlipat jika kebijakan itu mendapat tentangan dari masyarakat. Kondisi itulah yang dialami Gubernur Bangkok MR Sukhumbhand Paribatra saat kali pertama membangun sky train dan mass rapid transit.

"Kami mulai sky train sekitar 15 tahun lalu, sedangkan MRT sekitar 7 tahun lalu. Reaksi (masyarakat) memang tidak terlalu bagus," ujarnya di sela-sela Meeting of the Governors/Majors of the Capitals of ASEAN di Jakarta, Kamis (19/9/2013).

Waktu itu, tutur Paribatra, masyarakat menolak pembangunan sky train karena lahan yang digunakan untuk pembangunan fondasi adalah milik masyarakat. Adapun penolakan terhadap MRT, yang dibangun kemudian, adalah ketakutan menggusur sky train. Pemerintah kala itu pun melaksanakan sejumlah langkah untuk meyakinkan masyarakat.

"Memang masyarakat itu perlu waktu untuk beradaptasi dengan hal-hal yang baru," lanjut Paribatra.

Tahun-tahun berjalan, dua moda transportasi itu menjadi angkutan paling sukses yang mengangkut ribuan penumpang setiap hari. Saban hari, ada 15 juta-17 juta penumpang yang bergerak di ibu kota Thailand. Dari jumlah itu, 40 persen ditampung MRT dan sky train. Sisanya menggunakan kendaraan pribadi.

Belum mengatasi macet

Meski telah membangun dua moda transportasi, Paribatra mengakui bahwa Bangkok belum bisa lepas dari masalah kemacetan. Sistem transportasi di Bangkok hanya menjangkau dalam kota, tidak menjangkau seluruh Bangkok dan daerah sekitar.

"Masalah terberat itu tidak adanya transportasi massal yang baik di sekitar Bangkok atau provinsi tetangga karena orang bekerja di Bangkok banyak tinggal di daerah sekitarnya. Kalau kita tidak punya transportasi yang mengakomodasi itu, masalah kemacetan pasti tetap ada," ujarnya.

Oleh sebab itu, tak ada jalan lain yang bisa dilakukannya untuk membangun fasilitas transportasi massal lain agar warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Dengan begitu, permasalahan kemacetan pun dapat teratasi.

"Program kita sekarang dalam waktu 10 tahun, kami akan memiliki 400 kilometer railway. Dalam 20 tahun, semoga lebih dari itu," ujarnya yakin.

fondasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com