Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Jangan Hukum Mati, Sita Semua Hartanya

Kompas.com - 03/10/2013, 20:54 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak sependapat dengan pendapat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie yang menyebutkan kalau Ketua MK Akil Mochtar pantas dihukum mati.

Menurut Basuki, langkah paling tepat untuk menindak semua koruptor adalah dengan menyita semua harta kepemilikannya. "Paling benar, jangan dihukum mati, tapi sita semua hartanya. Karena orang bisa bertobat, kenapa harus hukuman mati sih," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Kamis (3/10/2013).

Kemudian, bagaimana cara Basuki dalam mengantisipasi tindak pidana korupsi di dalam tubuh Pemprov DKI? Basuki menjelaskan, Pemprov DKI kini telah bekerja sama dengan BPK untuk menciptakan sistem transaksi keuangan yang transparan atau yang dinamakan non-cash transaction (NCT).

Sistem tersebut dapat menutup celah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh Pemprov DKI. Melalui sistem tersebut, transaksi antara pihak Pemprov DKI dan rekanan atau pihak ketiga tidak lagi dilakukan secara langsung, tetapi wajib bertransaksi dari bank ke bank.

Hal ini juga berlaku bagi pihak ketiga yang membelanjakan uang itu. Selain akan mengaudit dan mengawasi transaksi keuangan di tubuh Pemprov DKI, sistem itu juga akan mengawasi pengelolaan keuangan oleh BUMD DKI.

Melalui sistem itu, kata Basuki, akan bisa diketahui pihak mana saja yang melakukan tindak korupsi. Nantinya, transaksi keuangan itu akan diaudit oleh tim auditor yang telah terakreditasi dengan dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Jadi, memang kita mau transaksi non-cash. Jangan hukum mati, aku ini maha pengampun dan penyayang, hehehe," ujar Basuki meniru firman Tuhan.

Sebelumnya, mantan Ketua MK Jimly menilai, Akil terbukti secara kasatmata melakukan tindak pidana korupsi karena ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan. Sebagai ketua lembaga penegak hukum, menurutnya, hukuman yang pantas untuk Akil adalah hukuman mati.

Jimly mengatakan, meski UU tidak mengatur hukuman mati, jaksa KPK dapat menuntut hukuman mati bagi Akil. Hukuman maksimal, menurut Jimly, diperlukan untuk memberi efek jera untuk Akil sebagai pemangku jabatan paling tinggi yang pernah diciduk KPK.

Akil ditangkap KPK bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Chairun Nisa, dan seorang pengusaha bernama Cornelis di kediaman Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, pada Rabu (2/10/2013) malam.

Tak lama setelahnya, penyidik KPK juga menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah bernilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.

Kini, KPK menetapkan Akil dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap Pilkada Gunung Mas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Megapolitan
Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com