Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

23 Tahun Menjadi Guru Honorer, Mahmud Terus Berupaya Menjadi Guru Tetap

Kompas.com - 25/11/2013, 17:51 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Baju safari biru yang melekat di badan Mahmud (54) membedakannya dari guru-guru lain di SMA Negeri 13 Jakarta Utara. Karena berstatus guru honorer, Mahmud tidak mengenakan batik PGRI saat peringatan Hari Guru Nasional, yang jatuh setiap tanggal 25 November.

Perbedaan seragam itu tidak pernah memadamkan semangatnya untuk menjadi guru. Bahkan ia terus berupaya agar statusnya diangkat menjadi guru tetap dengan status pegawai negeri sipil (PNS).

Sudah 23 tahun Mahmud bekerja sebagai guru honorer. Sudah lebih dari tiga kali ia mengikuti ujian penyaringan pegawai negeri sipil. Namun, keberuntungan belum berada di pihaknya. Ia selalu gagal lolos ujian calon PNS. Hingga kini, Mahmud masih menjadi guru agama Islam dengan status honorer.

Menjadi guru sudah menjadi tekad Mahmud sejak kecil. Statusnya sebagai tenaga honorer tak menjadi masalah, yang penting ia dapat mewujudkan salah satu keinginan orangtuanya.

"Yang penting saya ngajar sampai akhir hayat sesuai dengan harapan ibu saya, salah satu anaknya menjadi guru," ujar Mahmud kepada Kompas.com di SMAN 13 Jakarta Utara, Senin (25/11/2013).

Mahmud menyadari bahwa salah satu hal yang mengganjalnya untuk lulus dalam seleksi PNS adalah ijazah sarjana mudanya yang sempat hilang pada 2002. Ia baru mendapatkan ijazah lagi dengan kembali bersekolah pada 2006 dan lulus empat tahun kemudian.

Mahmud selalu ikhlas menjalani pengabdiannya sebagai pengajar. Meski demikian, ia juga merasa sedih karena apabila ia diterima pada tahun ini, statusnya sebagai guru tetap hanya akan berjalan selama 6 tahun. Pada usia 60 tahun, seorang guru tetap harus pensiun.

"Guru honorer itu rasanya agak merasa enggak diutamakan. Selama ngajar belum pernah jadi wali kelas karena saya masih honorer. Dalam susunan guru ataupun foto, saya juga enggak ada," kata Mahmud.

Status pegawai honorer juga membuat bapak tiga anak itu terus diselimuti rasa khawatir karena sewaktu-waktu dapat dikeluarkan dari sekolah. Kontrak mengajarnya menyisakan waktu 2 tahun lagi. Jika kontraknya berakhir sebelum itu, kelangsungan hidup keluarganya menjadi tanda tanya.

"Ikhlas saja, biar saya hanya bawa uang Rp 10.000 tiap hari, yang penting saya ngajar jangan dikeluarin sampai akhir hayat," ujar Mahmud.

Honor yang diperoleh Mahmud itu tentu saja tidak cukup untuk membiayai keluarganya. Apalagi, ia juga tak pernah mendapatkan tunjangan sebagaimana guru-guru lain yang berstatus tetap. Meski demikian, Mahmud tetap berharap dapat menjalani panggilan dari jiwanya menjadi guru demi mewujudkan harapan sang ibu tercinta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com