Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seribu Replika Makam di Tugu Proklamasi

Kompas.com - 02/01/2014, 15:12 WIB
Ummi Hadyah Saleh

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Seribu replika nisan makam dan helm pekerja berwarna biru dan merah memenuhi halaman Tugu Proklamasi, Jakarta. Lima orang tampak sedang menyusun replika nisan tersebut.

Rupanya, hal itu dilakukan oleh para aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Pekerja Tambang Nasional (Spartan). Aksi tersebut sebagai bentuk protes adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kepada para pekerja tambang mineral.

Menurut koordinator Spartan, Juan Forti Silalahi, aksi dilakukan untuk menuntut pemerintah agar menyiapkan pesangon kepada pekerja tambang yang di-PHK. "Perusahan-perusahan tambang telah melakukan PHK bergiliran kepada ribuan pekerja," ujar Juan kepada wartawan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Kamis (2/1/2014).

Juan menuturkan, upaya negosiasi antara para pekerja dan pengusaha telah dilakukan, tetapi buntu. Menurutnya, pengusaha meyakini PHK yang dilakukan bukan sebuah perselisihan industri akibat faktor kegagalan produksi dan kesalahan manajemen perusahaaan, melainkan akibat dari kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang akan diterbitkan pemerintah pada 12 Januari mendatang.

Adanya kebijakan pemerintah tersebut, kata dia, menjadi pemicu utama ribuan perusahaan terpaksa menghentikan kegiatan produksi serta operasionalnya. Perusahaan juga melakukan PHK massal tanpa memberi pesangon.

"Karena ekonomi perusahaan tak mendapat pendapatan lagi dan masih harus menanggung kerugian besar lainnya, seperti tuntutan dari pihak kreditur (bank dan leasing), tuntutan pembeli yang sudah terikat kontrak jangka panjang, tuntutan dari kontrak-kontrak dengan berbagai pihak antara lain sewa kapal, sewa alat berat, dan lain-lain yang jumlahnya bisa sampai triliunan rupiah," jelasnya.

Selain itu, kata Juan, pihaknya meminta pemerintah memberikan pesangon kepada 40 pekerja tambang dan sektor pekerjaan terkait yang ikut di-PHK. Pekerja tambang yang di-PHK seperti kontraktor pengeboran, penyuplai, pekerja pelabuhan, penyedia logistik, dan sebagainya.  

"Kami minta agar pemerintah mencadangkan anggaran Rp 200 triliun untuk membayar tuntutan pesangon seluruh pekerja yang di-PHK dengan rata-rata sebesar Rp 50 juta per orang," jelas Juan.

Juan juga menuntut pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi pekerja yang terkena PHK massal. Tidak hanya itu, Spartan meminta pemerintah menyambungkan listrik di lebih dari 1.200 desa lingkar tambang, terdiri dari 120.000 rumah, yang sebelumnya diperoleh masyarakat dari pengadaan listrik (CSR) oleh 10.000 perusahaan tambang yang beroperasi.

Dia berencana meminta bantuan Komnas HAM atas penghilangan paksa hak-hak sebagai warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan layak sesuai Pasal 27 Ayat 2 UU 1945.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Delapan Juru Parkir di Jakbar Dibawa ke Kantor Dishub, Diminta Bikin Surat Tak Jadi Jukir Lagi

Delapan Juru Parkir di Jakbar Dibawa ke Kantor Dishub, Diminta Bikin Surat Tak Jadi Jukir Lagi

Megapolitan
Jukir di Minimarket Dilarang, Bagus Bakal Beralih Jadi Ojol “Full Time”

Jukir di Minimarket Dilarang, Bagus Bakal Beralih Jadi Ojol “Full Time”

Megapolitan
Pengakuan Jukir Minimarket Tebet: Saya Setor ke Oknum yang Pegang Wilayah Sini...

Pengakuan Jukir Minimarket Tebet: Saya Setor ke Oknum yang Pegang Wilayah Sini...

Megapolitan
Simulasi Pendapatan Parkir Liar di Jakarta, Bisa Raup Rp 1,28 Miliar Per Hari

Simulasi Pendapatan Parkir Liar di Jakarta, Bisa Raup Rp 1,28 Miliar Per Hari

Megapolitan
Evaluasi 'Study Tour', DPRD Kumpulkan Para Kepala Sekolah di Kota Depok

Evaluasi "Study Tour", DPRD Kumpulkan Para Kepala Sekolah di Kota Depok

Megapolitan
Sempat Dilaporkan Menghilang, Pria di Cakung Ditemukan Tewas di Kali Sodong Pulogadung

Sempat Dilaporkan Menghilang, Pria di Cakung Ditemukan Tewas di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Kaget Hendak Ditertibkan Dishub, Jukir Liar di Cengkareng Mengaku Ojek 'Online'

Kaget Hendak Ditertibkan Dishub, Jukir Liar di Cengkareng Mengaku Ojek "Online"

Megapolitan
Dua Hari Berturut-turut Kawasan Tanjung Priok Macet Total, Pelabuhan Didesak Atasi Antrean Kontainer

Dua Hari Berturut-turut Kawasan Tanjung Priok Macet Total, Pelabuhan Didesak Atasi Antrean Kontainer

Megapolitan
Jukir Liar di Minimarket Dilarang, Matsuri: Nanti Anak dan Istri Saya Makan Apa?

Jukir Liar di Minimarket Dilarang, Matsuri: Nanti Anak dan Istri Saya Makan Apa?

Megapolitan
Tak Langsung Ditindak, Jukir Liar yang Terjaring Razia Sudinhub Jakut Diminta Buat Surat Pernyataan

Tak Langsung Ditindak, Jukir Liar yang Terjaring Razia Sudinhub Jakut Diminta Buat Surat Pernyataan

Megapolitan
Sudah 2 Hari Macet Total di Tanjung Priok, Kapal dan Antrean Kontainer Diduga Jadi Biang Kerok

Sudah 2 Hari Macet Total di Tanjung Priok, Kapal dan Antrean Kontainer Diduga Jadi Biang Kerok

Megapolitan
Kadishub DKI Bakal Menindak Pengendara Motor yang Melintasi Trotoar di Matraman

Kadishub DKI Bakal Menindak Pengendara Motor yang Melintasi Trotoar di Matraman

Megapolitan
Kadishub DKI: Jukir Liar Bisa Dipenjara dan Didenda hingga Rp 20 Juta

Kadishub DKI: Jukir Liar Bisa Dipenjara dan Didenda hingga Rp 20 Juta

Megapolitan
Terjaring Razia, Jukir Liar di Minimarket Tebet: Saya Cuma Cari Uang untuk Sarapan

Terjaring Razia, Jukir Liar di Minimarket Tebet: Saya Cuma Cari Uang untuk Sarapan

Megapolitan
Terjaring Razia, Jukir Liar di Tebet Hanya Bisa Pasrah Diminta Berhenti dari Pekerjaannya

Terjaring Razia, Jukir Liar di Tebet Hanya Bisa Pasrah Diminta Berhenti dari Pekerjaannya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com