Menuruh salah seorang warga, Diah (53), surat yang diajukan warganya pada 3 April 2014 tersebut berisi kondisi lingkungan mereka yang banyak nyamuk, yang mereka khawatirkan merupakan nyamuk demam berdarah.
Namun surat pengajuan tersebut dikembalikan kembali dengan alasan belum ada kasus demam berdarah di daerah itu. "Soalnya kan habis musim hujan ke musim kemarau ini jadi banyak nyamuk,takutnya nanti pada kena demam berdarah, tapi kemarin malah ditolak, katanya harus ada kasus dulu," ujar Diah kepada Kompas.com, Senin (7/4/2014).
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Narti (46). Dia mengaku kecewa dengan pernyataan pihak puskesmas yang mengatakan harus ada kasus terlebih dahulu baru dilakukan penyemprotan. "Masak nunggu jatuh korban baru disemprot," ujar Narti.
Dikonfirmasi terpisah Penanggung Jawab Penyemprotan Demam Berdarah Puskesmas Kelurahan Semper Timur, Muhammad Duri mengaku belum mendapatkan surat permohonan tersebut. "Wah saya belum dapat sih, nanti deh saya lihat lagi," ucapnya.
Ia juga membenarkan bahwa untuk penyemprotan di suatu wilayah harus disertai surat keterangan dokter. "Memang sih harus ada laporan dari dokter bahwa ada yang terkena DBD," ucapnya.
Sebab, lanjut Duri, penyemprotan atau fogging untuk memberantas nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue (DBD) bisa berbahaya jika dilakukan tanpa prosedur. Selain bisa menyebabkan orang yang menghirup gas semprotan keracunan, fogging juga berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem.
Ia menjelaskan fogging biasanya dilakukan jika ada warga yang terkena DBD di suatu wilayah. Itu pun harus ada surat keterangan dari dokter. Nantinya, lanjut Duri, dokter akan turun ke alamat korban untuk melakukan observasi.
Biasanya petugas akan mengecek apakah di lingkungan sekitar rumah penderita DBD ini ada warga lain yang mengalami demam tinggi atau tidak.
Jika ada, dapat diindikasikan penularan DBD itu dimulai dari lingkungan tersebut. Terlebih jika ditemukan juga jentik-jentik nyamuk dalam jumlah banyak. Dalam kondisi demikian, petugas kesehatan akan melakukan penyemprotan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.