Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monorel Belum Berjalan, PT JM Salahkan Pemprov DKI

Kompas.com - 06/05/2014, 18:26 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - PT Jakarta Monorail (JM) mengaku masih belum dapat melakukan pembangunan fisik monorel karena banyaknya persyaratan yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Direktur Utama PT JM, John Aryananda mengaku mendapat kesulitan dalam menyusun business plan (rencana bisnis) guna membangun monorel.

"Awalnya, kita bikin business plan dengan penumpang 250.000 tiap harinya. Tapi, DKI bilang target itu tidak mungkin tercapai karena kebanyakan," kata John, saat ditemui usai rapat pimpinan Kadin DKI, di hotel Four Season, Jakarta, Selasa (6/5/2014). 

Setelah mendapat koreksi Pemprov DKI, PT JM mengubah skema bisnis melalui keuntungan non-tiket. Keuntungan non-tiket tersebut berasal dari penjualan area komersial, seperti iklan dan kios-kios di stasiun. Namun, Pemprov DKI kembali menolak rencana tersebut.

Menurut dia, kajian bisnis PT JM untuk menjalankan bisnis selama 50 tahun dinilai terlalu besar untuk mengambil keuntungan. Hingga kini, belum ada pembangunan fisik monorel yang terlihat. Tidak ada aktivitas konstruksi di lokasi re-groundbreaking monorel di depan Hotel Four Season, Kuningan.

Di sana, hanya terdapat tanah yang telah ditumbuhi rumput liar dan sebuah alat berat yang tidak pernah dihidupkan mesinnya. Lahan itu ditutupi oleh pagar seng dengan tinggi sekitar 2 meter.

Di bawah flyover Jati Baru, Tanah Abang, juga ada pengerjaan proyek monorel. Tepatnya di atas trotoar samping Pasar Onderdil Tanah Abang. Namun, tidak ada kegiatan di proyek pengerjaan itu. Hanya ditutupi pagar seng setinggi 1,5 meter, lengkap dengan nama monorel, JET Monorel. 

John menjelaskan, apabila pembahasan business plan dan perjanjian kerja sama (PKS) belum diputuskan, pihaknya belum dapat melakukan pembangunan fisik. Lambatnya pembahasan PKS disebabkan karena banyaknya aturan baru yang diberikan Pemprov DKI.

Menurut dia, banyak perubahan di PKS lama, tahun 2004 lalu dengan PKS yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ini. Antara lain, aturan mengenai kerjasama pemerintah dan swasta, dengan aturan perkeretaapian. Belum lagi, lanjut dia, Pergub dan Perda DKI mengenai tata ruang juga menghambatnya.

"Kita harus teliti, misalnya untuk stasiun. Kita gunakan ruang udara yang ke atas, tapi aturan yang digunakan sama seperti aturan jembatan mall, kayak di Pasar Baru, Glodok, Pondok Indah. Kita ini kan fokus di transportasi, bukan mal," kata John menumpahkan kekesalannya. 

Aturan tata ruang yang menghambat proyek monorel, lanjut dia, terkait depo untuk parkir dan perawatan monorel. PT JM membutuhkan area sekitar 7 hingga 10 hektar di dalam kota untuk pembangunan depo.

John berharap, Pemprov DKI dapat memberikan izin penggunaan lahan proyek depo monorel. Selain itu, ia juga berharap DKI dapat merubah aturan lainnya yang memberatkan pembangunan monorel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Megapolitan
Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang

Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang

Megapolitan
Lapor ke Megawati Soal Pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Hasto Diminta Taat Hukum

Lapor ke Megawati Soal Pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Hasto Diminta Taat Hukum

Megapolitan
Usai Dimintai Keterangan, Hasto: Kader Harus Berani Menyuarakan Kebenaran

Usai Dimintai Keterangan, Hasto: Kader Harus Berani Menyuarakan Kebenaran

Megapolitan
Ibu di Tangsel Cabuli Anaknya, Kakak Ipar: Hidup Pelaku dan Keluarganya Normal

Ibu di Tangsel Cabuli Anaknya, Kakak Ipar: Hidup Pelaku dan Keluarganya Normal

Megapolitan
Ibu yang Cabuli Anak Kandung di Tangsel Kaget Videonya Viral di Media Sosial

Ibu yang Cabuli Anak Kandung di Tangsel Kaget Videonya Viral di Media Sosial

Megapolitan
Bocah di Bekasi yang Tewas Dalam Lubang Galian Air Disebut Juga Jadi Korban Pelecehan

Bocah di Bekasi yang Tewas Dalam Lubang Galian Air Disebut Juga Jadi Korban Pelecehan

Megapolitan
Cabuli Anaknya Sendiri di Tangsel, Keluarga Suami Minta Pelaku Menyerahkan Diri ke Polisi

Cabuli Anaknya Sendiri di Tangsel, Keluarga Suami Minta Pelaku Menyerahkan Diri ke Polisi

Megapolitan
Tukang Pelat di Matraman Akui Pernah Terima Pesanan Pelat Nomor Cantik, Kini Tak Berani Lagi

Tukang Pelat di Matraman Akui Pernah Terima Pesanan Pelat Nomor Cantik, Kini Tak Berani Lagi

Megapolitan
Dapat Pesan dari Prabowo, Aji Jaya Diminta Terjun ke Masyarakat Saat Kampanye Pilkada Bogor 2024

Dapat Pesan dari Prabowo, Aji Jaya Diminta Terjun ke Masyarakat Saat Kampanye Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Keluarga Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Tak Terima, Tuntut Suaminya Jadi Tersangka

Keluarga Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Tak Terima, Tuntut Suaminya Jadi Tersangka

Megapolitan
Polisi Bakal Turunkan Anjing Pelacak untuk Menyisir Rumah Pembunuh Bocah di Bekasi

Polisi Bakal Turunkan Anjing Pelacak untuk Menyisir Rumah Pembunuh Bocah di Bekasi

Megapolitan
Kebakaran di Cibubur Hanguskan Enam Kios dan Dua Mobil Pikap, Kerugian Capai Rp 216 Juta

Kebakaran di Cibubur Hanguskan Enam Kios dan Dua Mobil Pikap, Kerugian Capai Rp 216 Juta

Megapolitan
Dinkes Kota Bogor: Makanan yang Diduga Membuat Puluhan Warga Keracunan Dibuat Sehari Sebelum Acara Haul

Dinkes Kota Bogor: Makanan yang Diduga Membuat Puluhan Warga Keracunan Dibuat Sehari Sebelum Acara Haul

Megapolitan
Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Kerja sebagai Pengamen, Bertemu dengan Sang Suami di 'Jalanan'

Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Kerja sebagai Pengamen, Bertemu dengan Sang Suami di "Jalanan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com