Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan ”Roh” Kota Tua

Kompas.com - 22/06/2014, 12:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejuta harapan menghias langit-langit Taman Fatahillah, Jakarta Barat, Sabtu (21/6) siang. Angin bertiup kencang, mengibas lembaran-lembaran plastik berisi doa warga Ibu Kota. Inilah langkah kecil menghidupkan Kota Tua. Ruang publik yang kehilangan jiwa.

Ratusan lembar plastik berbentuk layang-layang dipasang berderet dengan tali membentuk koridor di halaman Museum Sejarah Jakarta. Plastik biru, kuning, dan merah dideret membentuk gradasi warna yang melambangkan harapan.

Layang-layang itu berisi doa, harapan, dan komentar warga tentang kotanya. ”Semoga Jakarta jadi surga dunia,” begitu harapan Ririn Risanti, seorang desainer grafis, seperti tertera di salah satu lembar layangan.

Pada lembar lain, tertoreh harapan Robert Tambunan dari Jakarta Heritage Trust, ”Menyejajarkan Kota Tua Jakarta dengan kota-kota dunia.” Adapun Nia Kusniawati, petugas kebersihan, berharap ada peremajaan angkutan umum. Sementara Suparno dari Komunitas Sepeda Onthel berharap Jakarta bebas banjir, polusi, dan macet dengan bersepeda. Lain lagi dengan Priyanka Tobing. Konsultan hukum ini berharap Jakarta menjadi sumber sukacita, bukan penimbun luka. ”Jadi rumah, bukan rimba yang merenggut nyawa. Jadi surga, bukan neraka dunia,” ujarnya.

Lewat media sosial dan tatap muka dengan penggagas Kota Tua Creative Festival (KTCF) 2014, mereka menyampaikan pesan dan harapan. Tidak hanya warga kota, Pelaksana Tugas Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun membubuhkan harapannya di layang-layang. Tulisnya, ”Kota Tua bisa menjadi permata Kota Jakarta.”

Basuki hadir bersama Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Arie Budhiman, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, inisiator Indonesian Diaspora Network Dino Patti Djalal, serta Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan, Sabtu siang, untuk membuka acara. Dalam sambutannya, Basuki berharap kegiatan serupa lebih sering digelar untuk menghidupkan Kota Tua Jakarta.

Selain deretan harapan, panitia KTCF 2014 juga menggelar stan pameran produk kreatif khas, seperti sepatu, tas, kaus, dan kerajinan; pentas seni kontemporer; arsitektur; instalasi; serta fotografi. Aneka kegiatan itu digelar di beberapa gedung bersejarah di sekitar Taman Fatahillah, seperti Gedung Tjipta Niaga, Gedung Kerta Niaga, Gedung Samudera, dan Stasiun Kota.

Penggerak ruang publik

Penggagas KTCF 2014, Diana Ang, mengatakan, festival ini melibatkan komunitas pencinta sejarah, kereta api, seniman jalanan, dan desainer muda. ”Semangat penyelenggaraannya adalah untuk mendorong kreator, arsitek, seniman, dan desainer menjadi sumber daya penggerak ruang publik di Jakarta,” ujarnya.

Salah satu kegiatan yang melengkapi festival ini adalah program Jakarta Old Town Reborn (JOTR). Tujuh tim arsitek dari Belanda dan Indonesia bekerja sama dengan pemerintah dan pemilik bangunan untuk menghidupkan kembali enam bangunan bersejarah serta bidang lanskap di sekitar Kali Besar dan lapangan Fatahilah.

Yori Antar, kurator inisiatif itu, mengatakan, ”Kota Tua telah kehilangan jiwanya. Sekitar 182 artefak peninggalan kolonial terbengkalai, dikelilingi lingkungan yang buruk dan berpolusi, dihindari sebagai tempat hidup dan atau bekerja.”

Yori menambahkan, JOTR berfokus pada enam proyek arsitektural di beberapa tempat kemudian dihubungkan sebuah masterplan lanskap. Walau skalanya kecil dan berorientasi desain, proyek? ini menyuntikkan aktivitas? baru untuk menghidupkan Kota Tua.

JOTR dimotori Erasmus Huis dan Rumah Asuh, yang berkolaborasi dengan tujuh firma arsitektur, yakni andramatin architects, djuhara+djuhara, Han Awal & Partners, KCAP, MVRDV, Niek Roozen bersama Wageningen University, dan OMA.

KTCF dan JOTR adalah usaha untuk menciptakan ruang-ruang fisik untuk publik di seantero kota, baik yang permanen maupun temporer. Program ini hasil kerja sama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Liveable Cities Task Force sebagai bagian dari Indonesian Diaspora Network yang didukung Pemerintah DKI Jakarta, Erasmus Huis, Kedutaan Belanda, dan pemangku kepentingan lainnya. (Mukhamad Kurniawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Megapolitan
STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

Megapolitan
Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Megapolitan
Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Megapolitan
Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Megapolitan
Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com