Jalan yang hanya memiliki lebar sekitar 2,5 meter itu harus menampung volume kendaraan dari dua lajur. Lebar jalan tersebut masih harus dikurangi untuk lapak pedagang kaki lima.
Para PKL tersebut menjual buah, makanan, dan minuman. "Sudah biasa macet. Pagi, siang, sore, malam, macet. Mau nyalahin siapa? Kami juga dagang di sini karena sudah enggak dibolehin lagi dagang di dalam stasiun," kata Cici, pedagang buah, kepada Kompas.com, Senin (15/9/2014).
Cici menuturkan bahwa dia tinggal di dekat Stasiun Citayam sejak 31 tahun lalu. Kemudian, ketika PT Kereta Api Indonesia akan membangun jalur rel kedua, rumahnya digusur. Ia pun pindah ke daerah Pondok Kelapa. Akan tetapi, perempuan 51 tahun itu tetap berjualan di Stasiun Citayam.
Menurut Cici, jalan raya depan stasiun mulai ramai pada tahun 1990-an. Sejak tahun 2000-an hingga sekarang, kemacetan di titik itu menjadi makanan sehari-hari Cici dan warga lain yang setiap hari melintas di jalan tersebut.
"Dulu, ibaratnya saya mandi di pinggir jalan juga enggak masalah. Sekarang, mau jalan (kaki) saja susah," kata Cici.
Syahril, pejalan kaki yang sedang melintas di depan stasiun, juga mengeluhkan kondisi tersebut. "Lihat saja, kondisinya seperti ini. Harus sabar memang," kata Syahril, yang setiap hari ke stasiun melewati jalan tersebut.
Syahril berjalan di sisi jalan seberang stasiun. Ketika sedang melintas, kebetulan truk berukuran sedang tengah melintas sehingga arus lalu lintas yang sudah padat menjadi tambah macet. Pejalan kaki yang berada di kedua sisi jalan tak bisa melintas karena tak ada ruang sama sekali.
Di sisi jalan depan stasiun, selain PKL yang berjajar, ada pula barisan tukang ojek yang memarkir kendaraannya. Pejalan kaki yang ingin berjalan di sisi tersebut harus lewat dalam pagar stasiun.
Di balik pagar stasiun terdapat jalan selebar setengah meter yang disediakan untuk pejalan kaki, tetapi beberapa pedagang asongan juga menggelar lapak di sana. Tak hanya pejalan kaki yang mengeluh, Ardi, pengendara sepeda motor yang kerap melintas, juga mengeluhkan soal kemacetan.
"Suka malas lewat sini, macet. Sudah biasa juga sih. Memang biasanya macet. Jalannya kan sempit, mau diapain lagi?" kata Ardi, yang hendak ke daerah Margonda untuk bekerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.