"Sudah jelas itu ilegal. Kami hanya mengembalikan fungsi tanah itu saja," kata Agus kepada Kompas.com, Senin (22/9/2014). Tanah yang berdekatan dengan rel tersebut, menurut Agus, merupakan daerah steril yang tidak boleh dihuni sama sekali. [Baca: Digusur PT KAI, Warga "DPR" Mengadu ke Jokowi]
Agus juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Secara spesifik, di pasal 178 disebutkan bahwa masyarakat dilarang menanam, membangun, merusak, dan membuat beton di atas atau wilayah rel kereta api.
Penertiban bangunan liar akan mempermudah petugas untuk mengawasi rel dan komponen yang ada di sana, salah satunya aliran listrik atas. Kereta api pun dianggap akan lebih tepat waktu bila tidak ada bangunan liar di sekitarnya.
Dengan begitu, sekali lagi Agus menekankan bahwa tidak ada ganti rugi bagi warga yang terkena penertiban. "Tidak apa-apa kalau mau demo, tetapi kami sudah sesuai peraturan," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan seratusan warga "DPR" atau "di pinggir rel" mendatangi kantor Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Senin (22/9/2014). Mereka memprotes penggusuran permukiman yang dilakukan PT KAI. Mereka menuntut ganti rugi berupa tempat tinggal.
"Kami ke sini minta keadilan. Nasib kami di Jakarta terkatung-katung. Kami minta Jokowi-Ahok menuhin janjinya menyediakan tempat tinggal yang layak, sesuai janjinya dulu," kata seorang pengunjuk rasa, Sunaryo (48).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.