Peristiwa buruk itu terjadi di Jalan Pejaten Barat III, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa pukul 03.00. FA (16), MB (18), dan S (17) bersenjatakan pisau serta pedang memang berniat merampok seseorang di pagi buta.
Menurut pengakuan FA saat diperiksa di Kepolisian Sektor Pasar Minggu, ia dan kedua kawannya mencari-cari sasaran di sekitar pusat perbelanjaan modern di Pejaten. Mereka menyasar orang yang bisa dirampas dompet atau telepon selulernya. Namun, yang mereka temukan justru taksi yang disopiri oleh Joni Effendi (54).
”S duduk di samping sopir. Saya dan MB di belakang. Kami minta diantar ke Kemang,” kata FA.
Baru berjalan beberapa menit, penjahat remaja itu meminta sopir balik lagi ke Pejaten. Tepat di Jalan Pejaten Barat III, FA menekan pisaunya ke leher Joni. Rupanya, Joni tidak takut dan justru melawan hingga berbalik menguasai pisau pelaku. Diserang penuh tenaga oleh Joni, FA dan MB yang terluka melarikan diri. Begitu juga S.
FA dan MB ditolong oleh saksi Rifaldi dan Rasid. Kedua saksi yang tengah nongkrong di kawasan Tegal Parang, Mampang, menyangka mereka korban kejahatan sehingga dibantu dibawa ke Rumah Sakit JMC. Tak dinyana di rumah sakit yang sama, pelaku bertemu korban yang dirawat karena luka di leher akibat sayatan pisau FA.
”Di rumah sakit, FA dan MB ditangkap. S masih diburu,” kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pasar Minggu Ajun Komisaris Murgianto.
Hak anak
Berdasarkan data dari Polsek Pasar Minggu, ketiga pelaku adalah warga setempat. FA diketahui sudah dua minggu tidak lagi masuk sekolah, sementara MB berstatus drop out. Hanya S yang masih aktif belajar di sebuah sekolah menengah atas.
Ketiganya dijerat Pasal 365 KUHP terkait percobaan perampokan dan UU Darurat karena membawa senjata tajam. Khusus bagi FA, karena usianya di bawah umur mendapat perlakuan berbeda, yaitu turut ditangani berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Untuk pemeriksaan, ia hanya bisa ditahan selama tujuh hari dan perpanjangan selama delapan hari. MB yang dianggap dewasa ditahan 20 hari dan bisa diperpanjang 20 hari lagi.
”Pelaku kejahatan anak-anak sudah sering kami amankan. Kasusnya cukup banyak, tetapi masih kalah jauh jumlahnya kalau dibandingkan dengan jumlah penjahat dewasa yang ditangani di sini,” kata Murgianto.
Menurut dia, penjahat berusia belia itu terkadang juga melakukan perbuatan melanggar hukum secara berulang-ulang.
Namun, sejak ada UU PA yang menitikberatkan pada pembinaan bagi anak yang melanggar hukum, tingkat repetisi kejahatan oleh anak yang sama cenderung berkurang.
”Soalnya sekarang kalau pelakunya anak-anak harus ada proses diversi. Pelaku dipertemukan dengan orangtuanya. Nanti ada pertemuan orangtua pelaku, pelaku, dan korban serta keluarganya. Prosesnya panjang,” katanya.
Murgianto yakin penerapan UU ini akan menekan kejahatan yang menjadikan anak sebagai korban ataupun pelaku. Akan tetapi, ia menginginkan agar UU ini tidak menjadi celah bagi penjahat belia tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.
Orangtua punya andil besar menekan potensi anak menjadi penjahat. ”Yang anaknya masih usia sekolah kalau malam sampai dini hari belum pulang, misalnya, seharusnya dicari. Ini bagian dari upaya pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Murgianto. (NEL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.