JAKARTA, KOMPAS.com
- Sejak dipakai sebagai jalur bus transjakarta 2004, Koridor I—Blok M-Kota—berstatus jalur percontohan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta selalu menjadikan jalur ini model jalur ”ideal” layanan transjakarta. Namun, alih-alih berlangsung kondisi yang ideal, kualitas layanan di jalur ini malah mulai turun kelas.

Kamis (9/10) siang, bus Kopaja AC S 602 (Ragunan-Monas) bergerak lamban di jalur transjakarta dari Halte Bank Indonesia Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Awak bus yang terlihat masih remaja itu menunggu bus di belakangnya mendekat. ”Bus dari Tiongkok sudah kelihatan,” kata kenek kepada sopir bus.

Sang sopir kemudian menjalankan kendaraan ke arah selatan. Praktik ngetem seperti itu seharusnya tidak diperbolehkan. Layanan bus yang terintegrasi ke jalur khusus itu seharusnya seperti layanan transjakarta. Ada atau tidak ada penumpang yang naik dari halte, jadwal keberangkatan harus diatur.

Tidak boleh menunggu lama.

Namun, yang terjadi tidak demikian. Kenek dan sopir bus dengan seragam kedodoran itu berulah sembarangan. Di Halte Tosari, sopir kembali ngetem. Sementara kenek berteriak-teriak kepada penumpang yang menunggu bus dari mulut halte. ”Ragunan, Ragunan, Ragunan..!” kata remaja itu.

Awak bus kembali menjalankan kopaja 602 setelah bus berikutnya mendekati halte. Bukan hanya itu, di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman awak bus juga beberapa kali menaikkan dan menurunkan penumpang dari sisi kiri. Padahal, halte berada di sisi kanan.

Komunikasi awak bus B 7554 DG dengan penumpang pun tidak berjalan baik. Saat penumpang bertanya perubahan tarif dari Rp 5.000 ke Rp 6.000 per penumpang, mereka menjawab sekadarnya.

Kebiasaan buruk

Ulah awak bus itu diperparah kebiasaan buruk sebagian penumpang. Tuti, karyawati sebuah kantor di Jalan Sudirman lebih sering naik bus Kopaja dari sisi kiri bus. ”Setiap hari saya naik dari sini,” kata Tuti setelah naik dari separator jalan depan Kampus Universitas Katolik Atma Jaya.

Menurut Tuti, jarak halte satu dengan yang lain di Jalan Sudirman terlalu panjang, sehingga penumpang lebih memilih naik bus dari separator jalan. ”Ada halte bus, tetapi agak jauh, dari arah Monas,” kata warga Pejaten ini. Jarak yang dimaksud mencapai ratusan meter.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta M Akbar beberapa kali menerima keluhan terkait layanan di Koridor I. Menurut Akbar, hal ini terjadi karena kontrol mutu layanan ke penumpang selama ini masih lemah.

Petugas sementara ini hanya mengawasi dari sisi seragam dan perizinan operasional bus. Namun, belum pernah maksimal mengawasi layanan. Dia memahami ada penurunan kualitas layanan di jalur transjakarta Koridor I.

Akbar tidak ingin layanan penumpang terus menurun di jalur premium itu. Semua layanan bus penumpang yang terintegrasi dengan jalur transjakarta sedang dievaluasi. ”Termasuk layanan kopaja AC,” kata Akbar.

Menurut catatan Dinas Perhubungan, ada 50 bus kopaja yang terintegrasi ke jalur transjakarta. Akbar yang juga komisaris PT Transportasi Jakarta akan menyatukan pengelolaan kopaja dengan transjakarta. Setelah satu manajemen pengelolaan, operator bus tidak bisa lagi main-main.

”Jika layanan menurun, kami tidak akan bayar biaya operasional ke mereka,” kata Akbar.

Kompas berupaya mengonfirmasi ulah awak bus. Namun, Nanang Basuki, Ketua Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), tidak dapat dihubungi. Melihat ulah awak bus di jalur khusus itu, pantas jika Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berang. (MDN/NDY)