Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Akankah Fatimah Divonis Membayar Rp 1 M untuk Gugatan Anak dan Menantunya?

Kompas.com - 30/10/2014, 06:32 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Hari ini, Kamis (30/10/2014), nasib Fatimah (90) akan ditentukan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Setelah mengikuti proses persidangan selama berminggu-minggu, nenek ini akan berhadapan dengan sidang pembacaan vonis atas gugatan senilai Rp 1 miliar yang diajukan anak dan menantunya.

"Sidang putusan hari ini jam 09.00 WIB," tutur anak bungsu Fatimah, Masamah, kepada Kompas.com, Kamis pagi. Keputusan ini akan menentukan apakah Nurhakim (72), si menantu, akan mendapatkan ganti rugi atas obyek gugatan berupa tanah dan rumah yang sampai sekarang ditempati Fatimah.

Masamah berharap majelis hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya. Dia tidak tega, ibundanya harus menjalani proses hukum seperti ini dalam usia senjanya. "Siapa coba yang enggak kasihan, kalau seorang ibu sudah tua begini dibuat pusing sama anaknya sendiri?"

Awal cerita

Kasus ini bermula pada 1987. Abdurahman, suami Fatimah--sekaligus ayah dari Nurhana, istri Nurhakim-- membeli tanah seluas 397 meter persegi di Cipondoh, Tangerang, Banten dari Nurhakim. Saat itu, tanah tersebut dihargai Rp 10 juta.

Di atas tanah itu kemudian dibangun rumah dengan dana Fatimah dan anak-anaknya, tetapi sertifikat kepemilikan tanah masih atas nama Nurhakim. Selama 27 tahun, keluarga Abdurahman dan Fatimah beserta beberapa anaknya tinggal di rumah tersebut.

Beberapa anak pasangan Abdurahman dan Fatimah yang sudah berkeluarga, saat itu tinggal terpisah, termasuk Nurhana dan suaminya. Selama itu pula, tak ada persoalan soal tanah dan rumah, termasuk masalah sertifikat yang masih atas nama Nurhakim.

Namun, pada 2011, setelah Abdurahman dan suami dari salah satu adik Nurhana yang adalah anggota TNI meninggal dunia, Nurhana bersama dengan suaminya mulai mempermasalahkan kepemilikan tanah tersebut.

Sebelumnya Fatimah mengaku telah empat kali meminta pengurusan ganti nama sertifikat, tetapi Nurhana dan Nurhakim selalu memberikan jawaban yang sama, menolak ganti nama. "Ini kan menantu sama mertua, enggak apa-apalah. Kayak enggak percaya banget," terang Masamah menirukan perkataan Nurhana dan Nurhakim.

Tiba-tiba sidang

Tak dinyana, pada 25 Juli 2014, Fatimah dipanggil ke persidangan tanpa tahu persoalan yang harus dihadapi. Di pengadilan, barulah dia tahu persidangan tersebut menyoal sertifikat tanah keluarga itu.

Setelah tahu duduk perkara persidangan, Fatimah mengaku sakit hati. "Saya tidak mau memaafkan (Nurhana dan Nurhakim), sudah terlanjur sakit hati," ujar dia.

Hubungan keluarga itu pun berantakan. Masing-masing pihak bersikukuh bahwa merekalah yang benar, dan tidak ada yang mau mengalah.

Pesan untuk berdamai yang sering dilontarkan oleh majelis hakim tak kunjung jadi pilihan mereka. "Kami enggak salah kok, ngapain minta damai?" kata Masamah.

Adapun Nurhana dalam program televisi Soimah menganggap ibunya tidak lagi sayang kepadanya. "Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galang. Kok, sekarang ibu malah jadi terbalik ya?" ujar dia saat itu.

Selain Fatimah, Nurhana yang diwakili Nurhakim juga menggugat tiga orang saudaranya yang lain, yakni Rohimah, Marhamah, dan Masamah. Delik yang dipakai adalah penggelapan sertifikat dan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin. Nurhana dan Nurhakim menuntut ganti rugi Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com