JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan pelarangan sepeda motor memunculkan protes dari berbagai kalangan. Alasannya, kebijakan tersebut menyulitkan pengguna jalan, khususnya pengendara sepeda motor untuk melintas di jalan yang dibatasi.
Beberapa pihak bahkan mengatakan, transportasi umum yang belum baik di jalan-jalan protokol membuat kebijakan tersebut terkesan prematur. Namun, menurut pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Alvinsyah, aturan tersebut justru perlu dimulai sedini mungkin.
"Justru kalau transportasi umum belum benar dan kendaraan pribadi sudah dilarang, pemerintah akan terus didesak untuk memperbaiki transportasi umum," ujar Alvinsyah, saat dihubungi Senin (5/1/2015).
Sementara jika aturan pelarangan kendaraan belum dilakukan, menurut dia, pemerintah tidak akan pernah serius menggarap transportasi umum. "Paling tidak, transportasi umum di semua jalan yang dibatasi bisa seperti Transjakarta yang sekarang," ujar Alvin.
Alvin pun menilai baik untuk perluasan kawasan pelarangan sepeda motor. Bahkan menurut dia, aturan tersebut sebenarnya bukanlah aturan baru lagi. Sebab, beberapa waktu lalu, setiap jalan protokol aturannya tidak boleh dilintasi oleh sepeda motor.
"Namun karena tidak ketatnya pengawasan regulasi tersebut, aturan itu kesannya hilang. Ditambah lagi dengan pertumbuhan jumlah pemilik sepeda motor yang terus bertambah dengan pesat," tutur Alvin.
Maka dengan memberlakukan larangan sepeda motor melintas, hal itu akan memperbaiki lagi aturan tersebut. Namun Alvin mengakui, aturan tersebut akan menuai protes di awal-awal diberlakukannya.
"Wajar saja jika banyak protes. Ini karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan sepeda motor. Harga bahan bakar naik, sepeda motor hemat, lincah, banyak orang menggunakannya untuk alasan efisiensi," kata dia.
Meski begitu, risiko mengendarai sepeda motor juga tinggi, baik bagi pengendaranya sendiri ataupun pejalan kaki. Terlebih bila pengendara sepeda motor tidak mengikuti aturan lalu lintas yang berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.