"Kalau secara psikologis, anak SD dengan pola pikirnya kan berbeda dengan pola pikir anak SMA," ujar Kepala Sekolah SDN Kenari 07, Jakarta Pusat, Imanita, Jumat (23/1/2015).
Imanita menjelaskan, ketika ruang lingkup belajar SD dengan SMA disatukan, akan ada pengaruh terhadap satu sama lain. Anak SD yang masih belum dewasa, bisa mencontoh perilaku anak SMA yang usianya terpaut jauh dari mereka.
Jika regrouping SD dengan SMA terjadi di sekolahnya, Imanita khawatir, murid-muridnya menjadi "cepat dewasa". "Atau malah anak SMA yang jadi kaya anak kecil," ujar Imanita.
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam regrouping ini adalah kesiapan infrastruktur gedungnya. Saat ini, kata Imanita, tidak ada gedung sekolah yang mengalami kekurangan murid hingga memungkinkan untuk menampung murid SMA kelak. Jika ingin membangun gedung baru, lahan yang dapat digunakan juga terbatas. Bahkan, kata Imanita, mungkin tidak ada lahan yang bisa digunakan untuk membangun gedung baru.
Atas pertimbangan itu, Imanita menegaskan bahwa Sekolah Dasar tidak mungkin digabung dengan Sekolah Menengah Atas.
SDN Kenari merupakan sebuah gedung besar yang terdiri dari enam sekolah dasar. Di antaranya, SDN Kenari 07, SDN Kenari 08, SDN Kenari 09, SDN Kenari 10, SDN Kenari 11, dan SDN Kenari 12. Keenam sekolah dasar tersebut sedang menuju regrouping menjadi dua sekolah. SDN Kenari 08, SDN Kenari 10, dan SDN Kenari 12 akan dilebur menjadi SDN Kenari 08. Sementara SDN Kenari 07, SDN Kenari 9, dan SDN Kenari 11 akan dilebur menjadi SDN Kenari 07.
Imanita akan menjadi kepala sekolah di SDN Kenari 07 hasil gabungan dari tiga SD itu. Saat ini, statusnya masih sebagai Plh atau pelaksana harian. Sebelum mengalami regrouping, Imanita merupakan kepala sekolah SDN Kenari 07.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan ada kemungkinan penggabungan sekolah dilakukan tidak secara horizontal, tetapi antar-jenjang pendidikan.
"Regrouping itu tidak hanya sifatnya SMA dengan SMA, SMP dengan SMP, tetapi juga kemungkinan SMA dengan SD," ujar Arie di Balai Kota, Kamis (22/1/2015).
Arie menjelaskan, penggabungan akan melihat kebutuhan dan kondisi sekolah yang bersangkutan. Misalkan, ada SD yang jumlah muridnya sedikit dan kurang dari tempat yang tersedia, sementara ada SMA yang memerlukan tempat untuk murid yang lebih banyak, maka penggabungan itu memungkinkan.
Selain penggabungan antar-jenjang pendidikan, seperti yang pernah disebutkan sebelumnya, akan ada penghilangan sistem sekolah pagi dan petang. Untuk mendukung penghilangan sistem itu, gedung sekolah akan direnovasi menjadi lebih besar sehingga memungkinkan untuk menampung jumlah murid yang cukup banyak. Bentuk penggabungan ini dinilai akan memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah penghematan anggaran. Dengan penggabungan, Pemprov DKI bisa menghemat sekitar Rp 4 miliar dari pos bantuan operasional sekolah (BOS), dengan asumsi tiap satu sekolah mendapatkan Rp 10 juta per tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.