Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Balik Sindir Menteri Yuddy

Kompas.com - 25/02/2015, 12:15 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku bingung dengan sikap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) Yuddy Chrisnandi.

Sebab, pada 3 Februari 2015 lalu, secara khusus, Yuddy menyambangi Balai Kota DKI untuk bertemu Basuki dan menyatakan kekagumannya terhadap penerapan tunjangan kinerja daerah (TKD) dinamis. Bahkan, saat itu, Yuddy mengatakan Pemprov DKI bakal menjadi role model bagi provinsi lainnya untuk melakukan penghematan anggaran dengan penerapan TKD dinamis.

Namun, sikap Yuddy kini berubah. Berselang satu pekan kemudian, Yuddy melayangkan surat teguran kepada Pemprov DKI. Di dalamnya disebutkan penerapan TKD dinamis dapat menimbulkan kecemburuan bagi PNS di provinsi lainnya. Selain itu, Yuddy juga beranggapan penghasilan yang diterima PNS DKI tidak boleh melebihi gaji para pegawai di kementerian dan lembaga negara lainnya. 

Menanggapi hal itu, Basuki tertawa dan mengomentarinya santai. "Makanya, saya bingung, lisannya (Menteri Yuddy) kemarin setuju (penerapan TKD dinamis), sekarang suratnya bilang enggak setuju. Makanya, aku juga enggak ngerti. Orang politik kan begitu. Beda di mulut beda di hati," kata Basuki tertawa, di Balai Kota, Rabu (25/2/2015).

Pada 3 Februari lalu, di Balai Kota, Yuddy yang merupakan politisi Partai Hanura mengatakan, kebijakan Pemprov DKI telah sesuai dengan UU Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2015 yang ditetapkan pada 15 Januari 2015.

Dari hasil pertemuannya dengan Basuki saat itu, ia menyampaikan kebijakan Pemprov DKI menerapkan TKD dinamis tidak salah. "Intinya (kebijakan) yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta tidak salah. Nanti disesuaikan UU Aparatur Sipil Negara," kata Yuddy saat itu.

Dia menjelaskan, dari peraturan yang ada, batas maksimum untuk penggajian pegawai memang tidak lebih dari 25 persen anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"Sementara itu, DKI ini cuma 24 persen. DKI sendiri pendapatannya Rp 40 triliun dan APBD Rp 73 triliun. Anggaran belanja daerahnya sendiri sedikit, jadi memang relatif lebih besar pengelolaan uangnya," ucap Yuddy. 

Gaji tinggi yang diterima pegawai di DKI Jakarta, lanjut Yuddy, tidak mudah diraih. Sebab, ada beberapa komponen yang harus mendapatkan penilaian, terkait besaran gaji yang diterima tersebut. Oleh karena itu, dengan penerapan tunjangan tersebut, kementeriannya akan menjadikan Pemprov DKI sebagai role model.

"Pola penghitungannya yang akan kami jadikan role model. Nantinya, dengan ini, kita bisa mendapatkan SDM yang unggul," ujar Yuddy kala itu.

Sebelumnya, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi berkirim surat kepada Basuki terkait gaji yang masuk dalam TKD dinamis. Yuddy mengingatkan Basuki agar TKD PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mengakibatkan kecemburuan dengan PNS dari kementerian dan lembaga atau PNS pemda lainnya. [Baca: Menteri Yuddy: Gaji PNS Pemprov DKI Potensial Timbulkan Dampak Sosial]


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Megapolitan
Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com