Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pristono Didakwa Rugikan Negara Rp 63,9 Miliar dalam Kasus Transjakarta

Kompas.com - 13/04/2015, 19:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013. Atas perbuatannya, Pristono diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 63,9 miliar.

Dishub DKI mulanya menyediakan anggaran untuk proyek pengadaan transjakarta tahun 2012 senilai Rp 152 miliar. Anggaran tersebut diubah menjadi Rp 137 miliar dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dishub DKI Jakarta.

Pristono kemudian mengangkat Sekretaris Dishub DKI Jakarta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dan Gusti Ngurah Wirawan sebagai Ketua Panitia Pengadaan Armada Transjakarta Paket I dan II tahun 2012.

"Udar Pristono menugaskan tim dari BPPT untuk melaksanaan perencanaan pengadaan Transjakarta paket I dan II," ujar jaksa Victor Antonius di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/4/2014).

Dalam dakwaan, Pristono menerima hasil pekerjaan perencanaan pengadaan bus transjakarta Paket I dan II dari tim BPPT dan menyerahkannya kepada Hasbi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

"Udar Pristono menyerahkan tanpa memberikan petunjuk untuk dikaji ulang, padahal Udar mengetahui yang berwenang membuat dan menyusun spesifikasi, HPS, serta dokumen pengadaan oleh PPK yaitu Hasbi," ujar jaksa Victor.

Jaksa mengatakan, pada 14 Mei 2012, dilakukan pelelangan pengadaan transjakarta Paket I sebanyak 18 unit. Lelang tersebut dimenangkan oleh PT Industri Kereta Api dengan kerja sama operasi (KSO) Karoseri CV Laksana dan CV Trisakti. Nilai pekerjaan itu sebesar Rp 67.824.000.000.

Selanjutnya, dilakukan lagi pelelangan pengadaan transjakarta Paket II sebanyak 18 unit. Paket ini dimenangkan oleh PT Saptaguna Daya Prima dengan biaya proyek sebesar Rp 66.573.000.000.

"Meskipun 18 unit transjakarta yang disediakan PT Saptaguna Daya Prima tidak memenuhi spesifikasi teknis, Pristono tetap menyetujui melakukan pembayaran lunas sebesar Rp 59.876.500.000," kata Victor.

Namun, terdapat selisih antara pembayaran yang diterima perusahaan tersebut dan realisasi biaya untuk pengadaan transjakarta sebesar Rp 8.573.454.000. Jumlah ini diduga sebagai kerugian negara.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian anggaran untuk kelebihan honor pekerjaan perencanaan, pembayaran honor konsultan pengawas, pembayaran honor tim pengendali teknis, dan honor tim pendamping teknis. Jika ditotal, kerugian negara dalam proyek pengadaan transjakarta tahun 2012 sebesar Rp 9.576.562.750.

Sementara itu, dalam pengadaan transjakarta tahun 2013, Pristono dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 54.389.065.200. Sama seperti yang dilakukan dalam pengadaan transjakarta tahun sebelumnya, Pristono tetap menyetujui pembayaran sejumlah paket pengadaan meskipun ia mengetahui bahwa bus-bus tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis.

"Bahwa dengan adanya pembayaran tersebut, secara langsung atau tidak langsung telah memperkaya para penyedia barang," kata jaksa.

Atas dakwaan pertama, Pristono diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 199 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com