Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Tukang Ojek Korban Salah Tangkap, Jaksa seperti Ikuti Skenario Polisi

Kompas.com - 30/07/2015, 11:53 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus Dedi (43), tukang ojek yang menjadi korban salah tangkap, menjadi cermin penegakan hukum di Indonesia. Salah satunya proses peradilan dalam pencarian fakta sebenarnya pada persidangan.

Jaksa penuntut umum tak luput dari perhatian soal mencari fakta-fakta seputar kasus Dedi. Jaksa penuntut dinilai tak bisa serta-merta membaca perkara dari berita acara pemeriksaan (BAP) polisi semata.

"Penutut umum hanya berpegang pada berita acara. Seharusnya mereka melihat secara faktual. Berita acara bisa terjadi salah ketik," kata kriminolog Universitas Indonesia, Ferdinand T Andi Lolo, saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Kamis (30/7/2015).

Mantan jaksa ini menyebutkan, meskipun jaksa tidak bisa datang langsung melihat kejadian, jaksa perlu melihat hal lain saat persidangan. Salah satunya untuk mendapat keterangan substansi dan esensial.

"Kenapa jaksa tidak membuka mata untuk melihat hal itu secara obyektif, misalnya memberikan kesempatan terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan," kata Ferdinand.

Proses menghadirkan saksi yang meringankan tersebut dilakukan untuk langkah pengecekan silang dengan kejadian sebenarnya. Dengan demikian, jaksa tidak seakan-akan mengikuti berita acara dari polisi.

"Ini kan cenderung mengikuti skenario polisi saja," ujar Ferdinand.

Pada 18 September 2014 lalu, keributan terjadi di pangkalan ojek di sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC). Dua sopir angkot berkelahi karena berebut penumpang.

Tukang ojek yang ada di pangkalan pun berupaya melerainya. Namun, karena sakit hati, salah satu sopir angkot pulang, dan kembali ke lokasi membawa senjata. Ia pun dikeroyok oleh sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya di tempat tersebut.

Sopir angkot tersebut pun tewas dalam peristiwa itu. Tujuh hari setelahnya, petugas dari Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur mengejar orang yang menewaskan sopir angkot tersebut.

Pelaku diketahui bernama Dodi, yang bekerja sebagai sopir angkot. Namun, bukannya menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi. Padahal, saat kejadian, Dedi sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Namun, proses hukum tetap berjalan, dan pria itu divonis bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ia pun mendekam di Rutan Cipinang.

Kendati demikian, Nurohmah, istri Dedi, tidak menyerah. Ia meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.

Belakangan, hakim Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan banding LBH. Dedi pun dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Melalui rilis No.142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim, hakim memutuskan bahwa Dedi tidak bersalah, dan tuntutan jaksa penuntut umum dinyatakan tidak sah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari 'Beban Mental'

Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari "Beban Mental"

Megapolitan
Polisi Sita 3 Sajam dari Pelaku Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Sita 3 Sajam dari Pelaku Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
Tak Ada Korban Jiwa dalam Kecelakaan Beruntun Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ

Tak Ada Korban Jiwa dalam Kecelakaan Beruntun Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan Saat Bawa Penumpang, Komisaris Transjakarta Janji Evaluasi

Sopir JakLingko Ugal-ugalan Saat Bawa Penumpang, Komisaris Transjakarta Janji Evaluasi

Megapolitan
Petugas Kebersihan Tewas Tertabrak Mobil di Km 39 Tol Cijago Depok

Petugas Kebersihan Tewas Tertabrak Mobil di Km 39 Tol Cijago Depok

Megapolitan
Pemprov DKI Seleksi Paskibraka 2024, Bakal Dikirim ke Tingkat Nasional

Pemprov DKI Seleksi Paskibraka 2024, Bakal Dikirim ke Tingkat Nasional

Megapolitan
Ditampilkan ke Publik, 4 Pengeroyok Mahasiswa di Tangsel Menunduk dan Tutupi Wajah

Ditampilkan ke Publik, 4 Pengeroyok Mahasiswa di Tangsel Menunduk dan Tutupi Wajah

Megapolitan
Tanah Longsor di Perumahan New Anggrek 2 Depok Berulang Kali Terjadi sejak Desember 2022

Tanah Longsor di Perumahan New Anggrek 2 Depok Berulang Kali Terjadi sejak Desember 2022

Megapolitan
Curhat Jukir Liar di Minimarket: Orang Mau Kasih Uang atau Tidak, Saya Enggak Paksa...

Curhat Jukir Liar di Minimarket: Orang Mau Kasih Uang atau Tidak, Saya Enggak Paksa...

Megapolitan
Polisi Tetapkan 4 Tersangka dalam Kasus Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tetapkan 4 Tersangka dalam Kasus Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
4 Pelaku Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Ditangkap Polisi, Ini Perannya

4 Pelaku Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Ditangkap Polisi, Ini Perannya

Megapolitan
Gerindra Kota Bogor Buka Peluang Bentuk Koalisi 'Gemuk' pada Pilkada 2024

Gerindra Kota Bogor Buka Peluang Bentuk Koalisi "Gemuk" pada Pilkada 2024

Megapolitan
Sudah dengan PKB, Gerindra Kota Bogor Masih Buka Peluang Koalisi dengan Partai Lain

Sudah dengan PKB, Gerindra Kota Bogor Masih Buka Peluang Koalisi dengan Partai Lain

Megapolitan
Khawatirnya Mahmudin soal Rencana Penertiban Juru Parkir Liar, Tak Bisa Lagi Cari Nafkah...

Khawatirnya Mahmudin soal Rencana Penertiban Juru Parkir Liar, Tak Bisa Lagi Cari Nafkah...

Megapolitan
Ketua STIP Sebut Kasus Penganiayaan Putu akibat Masalah Pribadi, Pengamat: Itu Salah Besar, Tidak Mungkin

Ketua STIP Sebut Kasus Penganiayaan Putu akibat Masalah Pribadi, Pengamat: Itu Salah Besar, Tidak Mungkin

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com