Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Boleh Ada Pengampunan Koruptor, tetapi...

Kompas.com - 09/10/2015, 14:29 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ikut angkat bicara perihal DPR RI yang mengajukan pengampunan terhadap koruptor pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional.

Dalam RUU tersebut, nantinya seseorang atau lembaga yang mau melapor atau mengembalikan uang hasil kejahatan, maka akan diampuni atau terhindar dari pidana.

Menurut Basuki, hal itu sah-sah saja dilakukan. Namun dengan satu syarat. "Makanya saya bilang, kalau mau ada pemutihan atau pengampunan koruptor boleh. Tetapi harus disebutkan juga ke depannya bahwa harus ada pembuktian terbalik harta pejabat dan baru kita rekonsiliasi," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Jumat (9/10/2015). 

Melalui pembuktian harta terbalik itu, para pejabat harus membuktikan dari mana asal harta kekayaannya. Sementara selama ini hanya menghitung jumlah harta kekayaan saja.

Jika tidak dilakukan pembuktian harta terbalik, maka pengampunan merupakan keistimewaan bagi para koruptor. "Sudah dapat pengampunan terus korupsi lagi, kacau dong," kata Basuki.

Mantan Bupati Belitung Timur itu menegaskan perlu ada batas waktu yang ditetapkan dalam pemberian pengampunan terhadap koruptor. (Baca: Ahok: Kalau Ketua RT Cuma Jual Lapak Doang, Itu Enggak Lucu!)

Tidak semua koruptor dapat diampuni. Misalnya, yang diampuni hanya koruptor yang melakukan tindak pidana korupsi pada masa orde baru saja.

Bahkan, ia menyindir para anggota dewan yang kebanyakan memiliki latar belakang aktivis tahun 1998.

"Katanya kan yang berkuasa sekarang adalah aktivis-aktivis antikorupsi yang menumbangkan Pak Harto, menumbangkan orde baru. Jadi orang-orang yang sudah bertekad, mau membaguskan negara ini. Berarti pengampunan koruptor itu hanya berlaku sampai 1998, misalnya," kata Basuki.

Pada Selasa 6 Oktober 2015 lalu, DPR membahas dua RUU untuk dimasukkan ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2015. Kedua rancangan yang dibahas yakni UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU tentang Pengampunan Nasional.

Latar belakang pembentukan RUU Pengampunan Nasional ialah rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap pajak.

Menurut anggota DPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, RUU Pengampunan Nasional mendesak karena banyak orang yang menyimpan uang hasil kejahatan di luar negeri untuk mencari aman.

Dia menegaskan dalam RUU tersebut, asalkan seseorang atau lembaga mau melapor atau mengembalikan uang hasil kejahatan, mereka akan diampuni atau terhindar dari pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Megapolitan
Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Megapolitan
Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Megapolitan
Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Megapolitan
Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati 'Pak Ogah' hingga Oknum Polisi

Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati "Pak Ogah" hingga Oknum Polisi

Megapolitan
Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Megapolitan
Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang 'Random'

Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang "Random"

Megapolitan
Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Megapolitan
Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Megapolitan
Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Megapolitan
Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com