Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Pergub Unjuk Rasa dan Cerita Kemacetan akibat Demo

Kompas.com - 11/11/2015, 10:49 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DKI Jakarta Rationo Tuslim menceritakan proses awal terbitnya pergub yang mengatur unjuk rasa.

Dia mengatakan, semua berawal ketika dia mendengar pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada pelantikan besar-besaran di Monumen Nasional, Januari lalu.

"Pidato Gubernur waktu itu kan menjelaskan soal lima tertib. Salah satunya tertib demo. Berawal dari situ kita semua terjemahkan. Dalam rapim juga dibahas, akhirnya diputuskan harus ada regulasi yang mengatur ini," ujar Rationo ketika dihubungi, Rabu (11/11/2015).

Undang-undang yang mengatur kegiatan demonstrasi sebenarnya sudah ada. Namun, kata Rationo, Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara harus memiliki regulasi yang memperkuat UU tersebut.

Semua itu demi menyukseskan program lima tertib di DKI Jakarta.

Rationo juga menjelaskan dampak jika pemerintah daerah tidak mengatur unjuk rasa.

Dulu, belum ada larangan berdemo di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Demo di Bundaran HI itu pun tak jarang menghasilkan kemacetan panjang.

"Tahu enggak macetnya sampai mana? Macetnya itu sampai ke Bogor. Tapi, Pak Kapolda akhirnya menyampaikan enggak boleh lagi di Bundaran HI, yang ditoleransi hanya dari Patung Kuda Arjuna Wiwaha sampai Istana, silakan," ujar Rationo.

Atas dasar itu, Rationo yakin unjuk rasa memang harus diatur pemerintah supaya keamanan negara dan hak-hak masyarakat lain tidak terabaikan akibat unjuk rasa yang tidak tertib.

Rationo berpendapat, tidak ada hak demokrasi yang dikekang melalui pergub itu. Semua hanya mengatur agar hak demokrasi warga bisa digunakan dengan baik dan tertib.

"Isinya kan informasi bahwa kita ini sudah siapkan tiga lokasi. Jadi masyarakat kita edukasi, tiga lokasi ini lho yang bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk berdemo," ujar dia.

Seperti yang banyak diberitakan, Pergub 228 mendapat penentangan dari banyak pihak karena dinilai mengekang kebebasan mengemukakan pendapat.

Karena aksi unjuk rasa hanya boleh dilakukan di tiga tempat, yakni di Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR/MPR RI, dan Silang Selatan Monumen Nasional (Monas). Materi Pergub yang baru difokuskan pada perubahan Pasal 4 yakni tidak lagi dibatasinya lokasi unjuk rasa.

Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa tiga lokasi yang ada pada Pergub sebelumnya bukanlah lokasi wajib, melainkan hanya lokasi yang disediakan oleh Pemprov DKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta Bantuan Otto Hasibuan, Keluarga Terpidana Pembunuhan Vina Tuntut Keadilan

Minta Bantuan Otto Hasibuan, Keluarga Terpidana Pembunuhan Vina Tuntut Keadilan

Megapolitan
Kurir Narkoba di Depok Samarkan 73 Kg Ganja dengan Ikan Asin

Kurir Narkoba di Depok Samarkan 73 Kg Ganja dengan Ikan Asin

Megapolitan
Cerita Keluarga Korban Kebakaran Hotel di Alam Sutera, Terima Kabar Setelah Korban Meninggal

Cerita Keluarga Korban Kebakaran Hotel di Alam Sutera, Terima Kabar Setelah Korban Meninggal

Megapolitan
Ketua RT di Kemayoran Disebut Ketahuan Adik Korban Saat Cabuli 2 Remaja

Ketua RT di Kemayoran Disebut Ketahuan Adik Korban Saat Cabuli 2 Remaja

Megapolitan
Ketua RT yang Cabuli 2 Remaja di Kemayoran Tinggal Serumah dengan Korban

Ketua RT yang Cabuli 2 Remaja di Kemayoran Tinggal Serumah dengan Korban

Megapolitan
Hari Media Sosial, Fahira Idris: Medsos Bawa Peluang Besar bagi Pelaku Industri Kreatif

Hari Media Sosial, Fahira Idris: Medsos Bawa Peluang Besar bagi Pelaku Industri Kreatif

Megapolitan
Polisi: Pelaku Hipnotis di Lampu Merah Pancoran Mengaku Sebagai ‘Ustaz’ Sakti

Polisi: Pelaku Hipnotis di Lampu Merah Pancoran Mengaku Sebagai ‘Ustaz’ Sakti

Megapolitan
Paman dan Kakek yang Diduga Cabuli 2 Anak di Depok Sempat Ditangkap, tetapi Dilepas Lagi

Paman dan Kakek yang Diduga Cabuli 2 Anak di Depok Sempat Ditangkap, tetapi Dilepas Lagi

Megapolitan
Kondisi Hotel di Alam Sutera Usai Kebakaran yang Tewaskan 3 Orang

Kondisi Hotel di Alam Sutera Usai Kebakaran yang Tewaskan 3 Orang

Megapolitan
Seorang Perempuan Jadi Korban Hipnotis di Lampu Merah Pancoran

Seorang Perempuan Jadi Korban Hipnotis di Lampu Merah Pancoran

Megapolitan
Warung di Depok Bagikan Makan Siang Gratis, Jadi Tempat Kumpul Ojol hingga Orang Tua

Warung di Depok Bagikan Makan Siang Gratis, Jadi Tempat Kumpul Ojol hingga Orang Tua

Megapolitan
Sopir Kurang Konsentrasi, Truk Trailer Bermuatan Peti Kemas Terbalik di Pluit

Sopir Kurang Konsentrasi, Truk Trailer Bermuatan Peti Kemas Terbalik di Pluit

Megapolitan
Sudah Hilang 6 Hari, Remaja Putri di Bogor Terakhir Pamit ke Kebun Raya

Sudah Hilang 6 Hari, Remaja Putri di Bogor Terakhir Pamit ke Kebun Raya

Megapolitan
2 Anaknya Dicabuli, Ibu di Depok Laporkan Adik dan Ayah

2 Anaknya Dicabuli, Ibu di Depok Laporkan Adik dan Ayah

Megapolitan
Disdik DKI Nonaktifkan Sementara Kepsek SMAN 65

Disdik DKI Nonaktifkan Sementara Kepsek SMAN 65

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com