Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasi Unjuk Rasa, Ahok Dianggap Langgar Konstitusi

Kompas.com - 10/11/2015, 20:53 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan sejumlah pelanggaran konstitusi.

Hal tersebut terkait diterbitkannnya Peraturan Gubernur 228 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. 

"Ahok sudah melanggar konstitusi karena menerbitkan pergub jadi-jadian ini," kata perwakilan LBH, Maruli, saat rapat dengar pendapat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Maruli pun melontarkan enam alasan pihaknya menolak pergub yang kini telah diganti dengan Pergub 232 itu.

"Kenapa kami sebut jadi-jadian? Karena selain tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, ada enam poin yang menjadi alasan kenapa pergub ini harus dicabut dan ditolak, bukan direvisi," ujar dia.

Maruli menuturkan, poin pertama adalah tidak adanya urgensi yang menjadi dasar penerbitannya.

Poin kedua, mereka menilai peraturan pengendalian unjuk rasa sudah cukup dengan adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Indonesia sudah ada peraturannya. DKI Jakarta kan bukan negara sendiri. Jadi, harus tunduk pada undang-undang yang ada," ujar Maruli. (Baca: Ahok Akui Salah dalam Menyusun Pergub Unjuk Rasa)

Poin ketiga, Maruli menyatakan unjuk rasa merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Poin keempat, Maruli menilai Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki kewenangan memerintahkan TNI.

Ia melontarkan pernyataan itu menyoroti poin diberdayakannnya TNI untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan pengunjuk rasa. (Baca: Cabut Pergub Lama, Pemprov DKI Terbitkan Pergub Baru Pengendalian Demo)

"TNI itu seharusnya hanya tunduk kepada Panglima TNI dan Presiden sebagai Panglima Tertinggi, bukan Gubernur DKI. Jadi, Ahok sudah melecehkan TNI," tutur Maruli.

Poin kelima, Maruli menilai alasan Gubernur yang membatasi lokasi unjuk rasa untuk menghindari kemacetan dinilai tidak masuk akal. (Baca: DPRD DKI Nilai Pergub Pengendalian Unjuk Rasa yang Baru Tidak Jelas)

"Bukan demo yang menyebabkan kemacetan, melainkan kendaraan pribadi yang semakin banyak. Jadi, jangan demo yang dikambinghitamkan akibat ketidakmampuan Pemprov DKI menyediakan sarana transportasi massal," ujar dia. 

Poin terakhir, Maruli menilai penerapan peraturan batas maksimal baku tingkat kebisingan hanya 60 desibel tidak sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998.

"Di UU Nomor 9 Tahun 1998 tidak diatur mengenai tingkat kebisingan. Makanya, pergub ini harus ditolak," ujarnya. (Baca: Anggota Komisi B DPRD DKI: Undang-undang Tak Atur Volume Suara Demonstran)

Saat ini, Pergub 228 telah dicabut dan diganti dengan Pergub 232. Pada pergub yang baru ini, lokasi unjuk rasa tidak lagi dibatasi. Namun, poin mengenai pembatasan tingkat kebisingan masih tercantum di Pasal 7 poin d.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 Preman Peras Penjaga Warkop di Mampang, Paksa Tukar Uang Receh Jadi Rp 1 Juta

2 Preman Peras Penjaga Warkop di Mampang, Paksa Tukar Uang Receh Jadi Rp 1 Juta

Megapolitan
Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Megapolitan
Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Megapolitan
Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Megapolitan
Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Megapolitan
Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Megapolitan
Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Megapolitan
Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Megapolitan
Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Megapolitan
Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Megapolitan
Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Megapolitan
Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Megapolitan
Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Megapolitan
Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com