Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rayhan Dudayev
peneliti

Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

Tolak Ukur Baku Proyek Reklamasi

Kompas.com - 09/04/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Proyek reklamasi Teluk Jakarta yang menghiasi beberapa pemberitaan media menjadi ramai sejak ditangkapnya M. Sanusi dan ditetapkannya Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (APL) sebagai tersangka.

Secara sederhana, proyek reklamasi merupakan merupakan pembuatan daratan buatan di laut apabila mengacu Undang-Undang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UUWP3K).

Tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, kemunculan proyek reklamasi di berbagai daerah di Indonesia menuai pro dan kontra. Pihak penolak yang datang dari berbagai pihak terus menyuarakan penolakannya dengan alasan proyek berdampak buruk ditinjau dari aspek sosial dan ekologis.

Sementara, suara kebaikan tentang reklamasi datang dari pengembang yang diwakili para ahlinya, yang menyatakan proyek sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana alam dan adaptasi dampak iklim global,  meningkatkan daya saing pariwisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru, penyerapan tenaga kerja, dll.

Diskursus terkait manfaat dan dampak kerugian proyek terus disandingkan oleh para pihak di media. Terakhir, perdebatan hukum bergulir, terkait keabsahan kewenangan mengeluarkan izin reklamasi, prosedur yang dilangkahi, ketidaksesuaian ruang pada pembangunan proyek tersebut, dan terakhir, adanya praktek koruptif secara masif pada pembangunan reklamasi.

Sebelum terlalu jauh pada perdebatan empiris mengenai manfaat dan dampak, ide kemajuan pembangunan maritim melalui proyek reklamasi perlu dipersoalkan. Pengelu-eluan reklamasi oleh Pemda mengenai ide kemajuan melalui penyejajaran pembangunan di sektor maritim dengan negara lain, terutama Singapura, yang terlebih dahulu membangun proyek tersebut, cukup sukses menggiring opini publik untuk terus mendukung proyek ini.

Kemajuan dengan tolak ukur seperti ini perlu untuk dikritisi. Pembandingan untuk alasan kemajuan suatu negara dengan Negara Indonesia seolah menyimpang dari tujuan riil dari kemajuan Bangsa Indonesia yang diamanatkan konstitusi.

Menyoal Metode Penyejajaran

Dalam buku je, tu, nous : pour une culture de la difference (aku, kamu, kita: untuk budaya berbeda) (1992), Luce Irigaray mengkritik persaingan antar negara yang tidak perlu yang berujung pada peperangan antar negara pada era perang dingin.

Tolak ukur yang dihegemonikan menjadi penyebab utama masing-masing negara berlomba untuk mencapai kemajuan yang terkonstruksi secara apik. Sebagai seorang feminis, pemikirannya berangkat dari kritikan terhadap penuntutan kesetaraan perempuan dengan laki-laki oleh beberapa feminis pada pertengahan abad 20.

Luce menekankan, menuntut kesetaraan, sebagai perempuan merupakan ungkapan yang menyimpang. Menuntut kesetaraan berarti, terdapat unsur pembanding, entah laki-laki atau pun ukuran baku. Sebaliknya, apa yang perlu perlu dilakukan yaitu membangun suatu budaya perempuan-lelaki, artinya budaya yang menghargai kedua jenis kelamin, bukan budaya yang dibangun dengan model dominasi patriarkal maupun falokratik.

Dalam kesetaraan antar negara, perkembangan dunia ke arah kompetisi yang berdampak negatif tidak perlu terjadi jika masing-masing negara mengakui dan menyadari keunikannya masing-masing untuk hidup bersama dengan perbedaan, satu sama lain negara membangun kemajuan berdasarkan kebudayaan masing-masing, bukan tolak ukur yang dibakukan.

Melihat kondisi Indonesia, niat melakukan penyejajaran dengan Singapura mulai mengaburkan potensi kemajuan yang dekat dengan konteks Indonesia. Berbeda dengan Singapura, ribuan nelayan telah lama hidup bertahun-tahun di Teluk Jakarta untuk mencari makan dan memenuhi kebutuhan protein masyarakat Jakarta.

Tidak hanya itu, Teluk Jakarta merupakan pusat aktivitas perikanan bagi para nelayan dari berbagai penjuru, mengacu pada data yang menunjukan sekitar 600 kapal dari total 5.600 kapal nelayan yang ada di DKI Jakarta melakukan aktivitas perikanan di Pelabuhan Nizam Zachman Muara Baru.

Alih-alih membuat daratan baru yang akan meminggirkan para pahlawan protein, potensi kegiatan perikanan di Teluk Jakarta sangat penting untuk direstorasi dan dikembangkan supaya Teluk Jakarta menjadi tempat pusat kegiatan perikanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com