Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Hakim MK: Putusan Ahok soal Kontribusi Tambahan Pengembang Dibenarkan UU

Kompas.com - 22/05/2016, 20:03 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan hakim konstitusi Harjono menilai keputusan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang meminta kontribusi tambahan dari pengembang reklamasi di Teluk Jakarta sebagai sebuah keputusan jabatan.

Ia menyebut keputusan itu dibenarkan secara undang-undang. Acuannya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang merupakan keputusan manajerial yang memang melekat pada jabatan.

"Saya malah mengapresiasi langkah Ahok untuk itu karena ketentuan tidak mewajibkan. Tapi kenapa pihak swasta mau melakukan. Kalau ada masalah mestinya swasta yang berkeberatan dan melakukan permohonan pembatalan,” kata Harjono melalui keterangan tertulisnya, Minggu (22/5/2016).

Menurut Harjono, ada dua teori yang bisa dipakai aparat penegak hukum dalam kasus itu. Dua teori itu yakni teori rechtmatig dan doelmatig.  Ia menjelaskan, rechtmatig adalah suatu putusan yang hanya mengandalkan ketentuan perundang-undangan. Sementara doelmatig adalah suatu putusan yang diambil tidak hanya berdasar pada ketentuan perundang-undangan, tetapi juga berdasarkan pada tujuan hukum, yaitu mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.

Harjono menyatakan kedua teori itu sama-sama benar. Namun, ia menilai penganut rechtmatig lebih mudah pertanggungjawabannya dari pada menganut doelmatig.

"Itulah kenapa banyak aparat hukum bahkan hakim yang mementingkan rechmatig ketimbang doelmatig. Karena dari segi pertanggunganjawaban, resiko doelmatig lebih kecil ketimbang doelmatig," ujar guru besar hukum dari Universitas Airlangga itu.

Dalam keputusan Ahok tentang kontribusi tambahan pengembang terkait proyek reklamasi,  Harjono menyebut ada perjanjian tertulis antara Pemprov dan swasta yang menjadi bukti tidak adanya upaya pemerasan. Ia pun mengingatkan prinsip hukum ketika terjadi pertentangan antara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Jika kondisi itu terjadi, ia menilai yang harus diprioritaskan secara berurutan adalah keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

"Dengan mengutamakan prinsip doelmatigheid dulu sebagai prioritas pertama, sambil tetap berusaha menerapkan prinsip rechtsmatigheid berdasarkan asas legalitas, maka aparat hukum tidak hanya menjadi mulut undang-undang dalam arti formal, tetapi lebih jauh lagi merupakan mulut, tangan, mata dan telinga serta sekaligus pencium rasa keadilan dalam arti yang lebih sejati," tutur Harjono.

Berpotensi Dipermasalahkan

Meski dibenarkan secara undang-undang, Harjono menilai keputusan Ahok bisa menuai masalah apabila aparat penegak hukum mengenakan dalil penyalahgunaan wewenang yang diatur pada Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014. Menurutnya, penyidik dan penuntut umum tindak pidana korupsi akan mudah menafsirkan pengertian dan istilah penyalahgunaan wewenang terkait penuntutan dan pembuktian tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara.

Jika kondisi itu terjadi, Harjono menyarankan agar Ahok menggunakan Pasal 21 UU Nonor 30 Tahun 2014 dan mengajukan permohonan ke PTUN. Tujuannya untuk membuktikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

"Apabila putusan hakim menyatakan tidak ada penyalahgunaan wewenang, maka pejabat tersebut telah terhindar dari sanksi pidana akibat tindak pidana korupsi yang selama ini menjadi opini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diutarakan ke media massa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com