Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Melakukan Kekerasan, Mengapa Ahmadiyah Dimusuhi?

Kompas.com - 25/06/2016, 19:47 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi, mengaku heran kelompok Ahmadiyah kerap mendapatkan perlakuan diskiriminatif hingga represif dari masyarakat serta penegak hukum.

Masjid-masid Ahmadiyah disegel hingga dirusak di sejumlah daerah. Penganut aliran Ahmadiyah dilarang untuk beribadah. Padahal, kata Zuhairi, Ahmadiyah merupakan aliran Islam yang membawa kedamaian dan menjauhi cara-cara kekerasan.

"Sejak berdiri pada 1953, tidak pernah ada catatan Jemaat Ahmadiyah melakukan kekerasan dan tindak kiriminal. Bisa dicek ke penegak hukum," kata Zuhairi dalam diskusi mengenai peranan media dalam menjaga perdamaian di Wisma Baiturahman, Jakarta, Jumat (25/6/2016).

Zuhairi membandingkan kondisi jemaah Ahmadiyah di Indonesia dan di negara-negara lain. Menurut dia, di berbagai negara Ahmadiyah dipandang sebagai Islam yang menjaga perdamaian. Para anggota Ahmadiyah juga bisa aktif melakukan berbagai kegiatan tanpa diganggu.

"Di luar, Ahmadiyah justru jadi jubir Islam. Kenapa di kita yang katanya Islam moderat kok malah tidak bisa," kata Zuhairi.

Zuhairi pun menilai, peran media sangat penting untuk membawa berita-berita damai yang bisa meluruskan pandangan kaum intoleran. Selain itu, peran pemerintah dibutuhkan agar tindakan diskrimnatif terhadap para jemaah Ahmadiyah tak lagi terulang.

"Islam itu prinsipnya mendamaikan. Oleh karena itu, peran media dalam menjaga Islam sebagai perdamaian penting," ucap Zuhairi.

Tindakan diskrimnatif terhadap Ahmadiyah terakhir terjadi pada Mei 2016. Masjid Ahmadiyah di Kendal, Jawa Tengah, dirusak orang tak dikenal. Menurut informasi pengurus masjid, tidak ada saksi yang melihat tindakan perusakan.

(Sebelum Dirusak, Masjid Ahmadiyah Kendal Didatangi Lurah Melarang Pembangunan)

Masjid itu memang berada di tengah kebun dan cukup jauh dari permukiman warga. Selain itu, perusakan dilakukan saat semua warga tertidur. Namun, sebelum perusakan, masjid didatangi lurah dan camat setempat. Sang Lurah meminta pembangunan masjid dihentikan dengan alasan ditolak warga. Padahal, masjid tersebut telah mengantongi sertifikat dan izin mendirikan bangunan (IMB) sejak awal dibangun pada 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Megapolitan
Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Megapolitan
Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Keluarga Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Keluarga Korban Begal Bermodus "Debt Collector" Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Megapolitan
Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com