Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dokter Tidak Bisa Seleksi Vaksin Palsu atau Tidak"

Kompas.com - 24/07/2016, 17:18 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Dokter Indonesia Bersatu (DIB) menyatakan seorang dokter tidak memiliki kemampuan untuk menyeleksi obat yang masuk palsu atau tidak, termasuk pada kasus vaksin palsu.

Kepala Humas DIB Dokter Agung Sapta Abadi mengatakan, untuk membuktikannya hanya bisa melalui pengujian laboratorium.

"Kalau masalah mengetahui palsu atau tidak secara kasat mata susah, mesti uji lab. Dan dokter tidak punya kapasitas memeriksa palsu atau tidak termasuk vaksin," kata Agung dalam diskusi publik "Darurat Farmasi : Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat", di sebuah rumah makan di Plaza Festival, Kuningan, Jakarta, Minggu (24/7/2016).

Menurut Agung, yang berperan di pengawasan adalah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap distributor penyalur obat. Namun, Agung menilai, pengawasan terhadap distributor obat justru lemah.

"Produksi vaksin palsu sudah 13 tahun. Ini menggambarkan buruknya Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dalam hal pengawasan obat, dan kegagalan negara melindungi rakyatnya," ujar Agung.

Agung memberikan gambaran mengenai obat-obatan yang dijual secara online. Menurut dia, tidak pernah diketahui apakah obat tersebut asli atau tidak dan siapa penjualnya. Bahkan, beberapa obat yang mesti digunakan atas rekomendasi dokter seperti obat bius ditemukan dijual online. Namun, masyarakat masih ada yang mau membeli obat via online.

"Toko online tadi yang kita tidak tahu siapa orangnya, asli atau tidak, tapi masyarakat langsung percaya," ujar dokter spesialis anestesi itu.

Data penelitian dari Amerika Serikat, kata Agung, sekitar 25 persen obat terindikasi palsu beredar di Indonesia. Agung mempertanyakan, mengapa hanya obat jenis vaksin yang menjadi besar kasusnya.

"Kasus vaksin palsu fenomena gunung es, selain vaksin palsu, kasus obat palsu lebih besar (jumlahnya)," ujar Agung.

Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Drg. Iing Ichsan Hanafi mengatakan, dokter hanya sebagai user obat.

"Jadi kami tidak punya kemampuan untuk menyeleksi palsu atau tidak," ujar Ichsan.

Harapannya, ada pengawasan tidak hanya di hilir sana, tetapi ke hulu produsen atau distributor obatnya. Kasus vaksin palsu, kata dia, momentum untuk memperbaiki lagi masalah pengawasan.

Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bahrain, Anggota Komisi IX DPR RI Nursuhud, dan para orangtua korban serta lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Megapolitan
Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di 'Busway', Polisi Masih Selidiki

Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di "Busway", Polisi Masih Selidiki

Megapolitan
Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Megapolitan
Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Megapolitan
Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Megapolitan
Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Megapolitan
Bikin Surat Perjanjian dengan Jakpro, Warga Sepakat Tinggalkan Rusun Kampung Susun Bayam

Bikin Surat Perjanjian dengan Jakpro, Warga Sepakat Tinggalkan Rusun Kampung Susun Bayam

Megapolitan
Siswi SLB Diduga Dicabuli di Sekolah hingga Hamil, Orangtua Cari Keadilan

Siswi SLB Diduga Dicabuli di Sekolah hingga Hamil, Orangtua Cari Keadilan

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 22 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 22 Mei 2024

Megapolitan
Warga Lihat Ibunda Furqon Ketua Tani Kampung Susun Bayam Hendak Dibawa Paksa Saat Penggerudukan

Warga Lihat Ibunda Furqon Ketua Tani Kampung Susun Bayam Hendak Dibawa Paksa Saat Penggerudukan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com